Membaca judul di atas mungkin kita bertanya-tanya, apakah penyaji tak salah tulis. Kita mungkin berkata, ”Bukankah akan lebih berbahagia kalau kita sama sekali tak punya masalah?” Kalau demikian, kita salah besar! Dimana ada kehidupan, disitu pasti ada permasalahan. Namun, tahukah kita bahwa di balik setiap masalah terkandung suatu peluang emas dan kesempatan yang besar untuk maju?
Ada kata-kata bijak dari Norman V Peale yang patut Anda renungkan. Dalam bukunya You Can If You Think You Can, ia mengatakan, ”Apabila seseorang ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga, bagaimanakah Ia memberikannya kepada Anda? Apakah Ia menyampaikan dalam bentuk suatu kiriman yang indah dalam nampan perak? Tidak! Sebaliknya seseorang membungkusnya dalam suatu masalah yang pelik, lalu melihat dari jauh apakah kita sanggup membuka bungkusan yang ruwet itu, dan menemukan isinya yang sangat berharga, bagaikan sebutir mutiara yang mahal harganya yang tersembunyi dalam kulit kerang.”
Pernyataan di atas bukan sekedar kata-kata indah untuk menghibur diri kita yang & sedang kalut menghadapi suatu masalah. Ini adalah perubahan paradigma dan cara berpikir. Keadaan apa pun yang kita hadapi sebenarnya bersifat netral. Kita lah yang memberikan label positif atau negatif terhadapnya. Seperti yang dikatakan filsuf Cina, I Ching, ”Peristiwanya sendiri tidak penting, tapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.”
Berikut ini contoh sederhana. Sebagai seorang fasilitator yang memberikan pelatihan di berbagai perusahaan, saya pernah menghadapi penolakan dari klien semata-mata karena usia saya yang dianggap terlalu muda. Saya pernah menganggap ini masalah besar. Bagaimana tidak? Ini menyangkut kredibilitas saya. Saya kemudian memikirkannya berhari-hari. Kepercayaan diri saya mulai terganggu. Lama-kelamaan saya sadar bahwa penolakan semacam ini adalah hal biasa. Justru ini adalah kesempatan untuk berkembang. Karena itu, saya segera menggali kebutuhan klien dan mencari pendekatan yang lebih dapat diterima. Saya terus meningkatkan kompetensi, sampai akhirnya saya dapat diterima oleh perusahaan tersebut. Kalau demikian, penolakan awal itu sama sekali bukan sebuah masalah, tapi sebuah peluang yang sangat berharga. Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh. Sayang, lebih banyak orang yang menganggap masalah sebagai sesuatu yang harus dihindari. Mereka tak mampu melihat betapa mahalnya mutiara yang terkandung dalam setiap masalah. Ibarat mendaki gunung, ada orang yang bertipe Quitters. Mereka mundur teratur dan menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung.
Ada orang yang bertipe Campers, yang mendaki sampai ketinggian tertentu kemudian mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat yang datar dan nyaman untuk berkemah. Mereka hanya mencapai sedikit kesuksesan tapi sudah merasa puas dengan hal itu. Tipe ketiga adalah Climbers yaitu orang yang seumur hidupnya melakukan pendakian, dan tak pernah membiarkan apapun menghalangi pendakiannya. Orang seperti ini senantiasa melihat hidup ini sebagai ujian dan tantangan. Ia dapat mencapai puncak gunung karena memiliki mentalitas yang jauh lebih tinggi, mengalahkan tingginya gunung. Orang dengan tipe ini benar-benar meyakini apa yang pernah dikatakan Dag Hammarskjold, ”Jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum kita mencapai puncaknya. Karena begitu ada dipuncak, kita akan melihat betapa rendahnya gunung itu.”
Semua masalah sebenarnya adalah rahmat terselubung bagi kita. Mereka ”berjasa” karena dapat membuat kita lebih baik, lebih arif, lebih bijaksana, dan lebih sabar. Kita baru dapat disebut manajer yang baik kalau kita mampu memimpin seorang bawahan yang sulit, yang membuat para manajer lain angkat tangan. Kita baru menjadi orang tua yang baik kalau kita dapat menangani anak yang bermasalah, atau pun menantu yang keras kepala, yang melakukan sesuatu melebihi batas kesabaran kita. Kita baru dapat disebut profesional kalau kita mampu menangani pelanggan yang cerewet yang sering mengeluh dan banyak maunya. Untuk mencapai kesuksesan kitaperlu memiliki adversity quotient, yaitu kecerdasan dan daya tahan yang tinggi untuk menghadapi masalah.
Kecerdasan tersebut dimulai dari merubah pola pikir dan paradigma kitasendiri. Mulailah melihat semua masalah yang kita hadapi sebagai peluang, kesempatan, dan rahmat. Kita akan merasa tertantang, namun tetap mampu menjalani hidup yang tenang dan damai. Berbahagialah jika kita memiliki masalah. Itu artinya kita sedang hidup dan berkembang. Justru bila kita tak punya masalah sama sekali, saya sarankan kita segera berdoa dan terus berusaha untuk menerapkan nilai-nilai moral yang kita pelajari, dengan berusaha mempraktekkan sesuatu yang benar demikian kita tak perlu khawatir. Perbuatan baik tak akan pernah memberikan suatu beban yang kita tak sanggup memikulnya.
Bhikkhu Khemanando
Ada kata-kata bijak dari Norman V Peale yang patut Anda renungkan. Dalam bukunya You Can If You Think You Can, ia mengatakan, ”Apabila seseorang ingin menghadiahkan sesuatu yang berharga, bagaimanakah Ia memberikannya kepada Anda? Apakah Ia menyampaikan dalam bentuk suatu kiriman yang indah dalam nampan perak? Tidak! Sebaliknya seseorang membungkusnya dalam suatu masalah yang pelik, lalu melihat dari jauh apakah kita sanggup membuka bungkusan yang ruwet itu, dan menemukan isinya yang sangat berharga, bagaikan sebutir mutiara yang mahal harganya yang tersembunyi dalam kulit kerang.”
Pernyataan di atas bukan sekedar kata-kata indah untuk menghibur diri kita yang & sedang kalut menghadapi suatu masalah. Ini adalah perubahan paradigma dan cara berpikir. Keadaan apa pun yang kita hadapi sebenarnya bersifat netral. Kita lah yang memberikan label positif atau negatif terhadapnya. Seperti yang dikatakan filsuf Cina, I Ching, ”Peristiwanya sendiri tidak penting, tapi respon terhadap peristiwa itu adalah segala-galanya.”
Berikut ini contoh sederhana. Sebagai seorang fasilitator yang memberikan pelatihan di berbagai perusahaan, saya pernah menghadapi penolakan dari klien semata-mata karena usia saya yang dianggap terlalu muda. Saya pernah menganggap ini masalah besar. Bagaimana tidak? Ini menyangkut kredibilitas saya. Saya kemudian memikirkannya berhari-hari. Kepercayaan diri saya mulai terganggu. Lama-kelamaan saya sadar bahwa penolakan semacam ini adalah hal biasa. Justru ini adalah kesempatan untuk berkembang. Karena itu, saya segera menggali kebutuhan klien dan mencari pendekatan yang lebih dapat diterima. Saya terus meningkatkan kompetensi, sampai akhirnya saya dapat diterima oleh perusahaan tersebut. Kalau demikian, penolakan awal itu sama sekali bukan sebuah masalah, tapi sebuah peluang yang sangat berharga. Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk tumbuh. Sayang, lebih banyak orang yang menganggap masalah sebagai sesuatu yang harus dihindari. Mereka tak mampu melihat betapa mahalnya mutiara yang terkandung dalam setiap masalah. Ibarat mendaki gunung, ada orang yang bertipe Quitters. Mereka mundur teratur dan menolak kesempatan yang diberikan oleh gunung.
Ada orang yang bertipe Campers, yang mendaki sampai ketinggian tertentu kemudian mengakhiri pendakiannya dan mencari tempat yang datar dan nyaman untuk berkemah. Mereka hanya mencapai sedikit kesuksesan tapi sudah merasa puas dengan hal itu. Tipe ketiga adalah Climbers yaitu orang yang seumur hidupnya melakukan pendakian, dan tak pernah membiarkan apapun menghalangi pendakiannya. Orang seperti ini senantiasa melihat hidup ini sebagai ujian dan tantangan. Ia dapat mencapai puncak gunung karena memiliki mentalitas yang jauh lebih tinggi, mengalahkan tingginya gunung. Orang dengan tipe ini benar-benar meyakini apa yang pernah dikatakan Dag Hammarskjold, ”Jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum kita mencapai puncaknya. Karena begitu ada dipuncak, kita akan melihat betapa rendahnya gunung itu.”
Semua masalah sebenarnya adalah rahmat terselubung bagi kita. Mereka ”berjasa” karena dapat membuat kita lebih baik, lebih arif, lebih bijaksana, dan lebih sabar. Kita baru dapat disebut manajer yang baik kalau kita mampu memimpin seorang bawahan yang sulit, yang membuat para manajer lain angkat tangan. Kita baru menjadi orang tua yang baik kalau kita dapat menangani anak yang bermasalah, atau pun menantu yang keras kepala, yang melakukan sesuatu melebihi batas kesabaran kita. Kita baru dapat disebut profesional kalau kita mampu menangani pelanggan yang cerewet yang sering mengeluh dan banyak maunya. Untuk mencapai kesuksesan kitaperlu memiliki adversity quotient, yaitu kecerdasan dan daya tahan yang tinggi untuk menghadapi masalah.
Kecerdasan tersebut dimulai dari merubah pola pikir dan paradigma kitasendiri. Mulailah melihat semua masalah yang kita hadapi sebagai peluang, kesempatan, dan rahmat. Kita akan merasa tertantang, namun tetap mampu menjalani hidup yang tenang dan damai. Berbahagialah jika kita memiliki masalah. Itu artinya kita sedang hidup dan berkembang. Justru bila kita tak punya masalah sama sekali, saya sarankan kita segera berdoa dan terus berusaha untuk menerapkan nilai-nilai moral yang kita pelajari, dengan berusaha mempraktekkan sesuatu yang benar demikian kita tak perlu khawatir. Perbuatan baik tak akan pernah memberikan suatu beban yang kita tak sanggup memikulnya.
Bhikkhu Khemanando
0 comments:
Post a Comment