Mengkritik seperti sudah menjadi budaya sebagian besar orang dalam masyarakat kita. Bahkan kemampuan mengkritik terkadang dijadikan ukuran tingkat kecerdasan seseorang. Semakin mampu seseorang mengkritik, semakin cerdas pula orang tersebut dianggap.
Kalau dipikir-pikir sepertinya kita memang dibesarkan dan dididik untuk menjadi manusia-manusia kritikus. Dari kecil kita sering terlibat dalam mencari letak kesalahan daripada mencari solusi, lebih sering mencari siapa yg harus bertanggungjawab daripada bekerjasama menyelesaikannya bersama-sama. Lebih sering membicarakan kekurangan daripada memuji kelebihan pihak lain. Kebiasaan-kebiasaan seperti itulah yg sedikit banyak berperan menciptakan manusia terbiasa fokus pada sisi yg buruk saja.
Apabila orang lain mengemukakan suatu ide, pendapat atau konsep yang kelemahannya terlihat oleh kita, langsung kita “gatal” kalau tidak mengkritik. Bukan memberi ide yang lebih baik atau ide untuk melengkapi dan menyempurnakan, tetapi sebaliknya kita selalu memikirkan dan mengangkat sisi negatifnya. Mengapa demikian ? karena sadar atau tidak, kritis sudah menjadi bagian dari diri kita.
Saya bukan anti terhadap “tukang kritik”. Karena kritik mengkritik sebenarnya bukanlah hal yang buruk, malah sebaliknya bisa menjadi vitamin dan motivator bagi pihak yg dikritik. Kritik yang disampaikan dengan baik, tepat waktu dan tepat sasaran adalah kritik yang sangat bermanfaat. Istilahnya orang-orang “kritik membangun”.
Tapi kalau kita dipikir-pikir lebih jauh lagi, menyempurnakan ide yang kurang sempurna atau yang tidak sesuai dengan pola pikir kita, tidak selalu harus menggunakan kritik, apalagi kritik menjatuhkan. Bisa dengan cara sebaliknya yaitu memberi ide lain yg benar-benar baru / orisinil yang lebih baik. Atau bisa juga hanya dengan membantu memberi ide yang bersifat memperbaiki bagian yang menurut kita kurang baik. Ironisnya, lebih banyak “orang cerdas” yang hanya pandai mengkritik tetapi tak mampu memberikan ide yang lebih baik daripada ide yang sedang ia kritik. Entah orang-orang jenis
ini sebenarnya hanya pandai melihat sisi negatif orang lain atau memang benar-benar pintar, hanya saja kreatifitas dia sering tertutup oleh kebiasaan kritik mengkritik, sehingga bukan mustahil dirinya juga menjadi kurang percaya diri untuk mengemukakan ide. Takut berbuat salah, malu kalau ternyata idenya tidak diterima, keliru dan lantas dikritik habis-habisan. Jadi hanya melontarkan kritik tanpa dasar, tanpa penjelasan, tidak ada uraian dan masukan apapun yang bisa dia angkat.
Budaya dan lingkungan seperti ini cenderung membuat kemampuan kreatifitas seseorang dan lingkungannya sulit berkembang, bahkan mematikan. Tidak heran kita lebih gampang mendapat orang-orang “pintar” -yang memperoleh predikat pintar karena kemampuan mengkritiknya- , tapi tidak kreatif dalam solusi apalagi inovatif.
Dalam berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun maya, semuanya perlu belajar untuk melihat semua hal dari sisi positif. Perlu belajar berkontribusi memberi ide positif yang mencerahkan daripada menebar kritikan semata-mata yang semakin membuat kita menjadi manusia-manusia yang terbiasa melihat dari sisi negatif dan memenuhi pikiran dengan muatan negatif.
Meskipun tidak dapat dikatakan kebiasaan dan karakter yang terbentuk dari kebiasaan ini sepenuhnya jelek, tetapi berhati-hatilah dengannya. Kalau tidak, kebiasaan seperti ini bisa menjadi sumber penderitaan, ketidakbahagiaan hidup. Karena kemana dan dimanapun dia berada, sisi negatif setiap hal selalu dicari, terlihat lebih jelas dan lebih penting baginya,
bahkan menutupi sisi positif yang sesungguhnya lebih besar. Kemampuan menghargai dan bersyukur atas kelebihan yang dimiliki pun semakin lemah dan cenderung pesimistis.
Sekali lagi, bukan bermaksud anti terhadap kritikan dan tulisan ini pun adalah bukti saya juga sedang melakukan kritik. Tetapi sekedar ingin mengingatkan diri sendiri sekaligus mengajak teman-teman (yg barangkali merasa seperti saya yang pintar kritik) untuk membiasakan diri berpikir dan menggunakan kalimat positif.
Diakhir kritikan ini saya akan mulai dari sendiri menawarkan solusi yang dengannya mudah-mudahan kita bisa mengemukan kritikan sekaligus memberi ide. Misalnya dengan membiasakan pertanyaan : “Mengapa tidak menggunakan cara … , sebab setahuku.. ?” atau “Mengapa tidak lewat …. karena berdasarkan pengalamanku … ” atau “Apakah tidak sebaiknya .. ?”, “Apakah tidak lebih baik lebih baik.,menurutku bla bla …. ?” dst.
Dan sebagai latihan awal, cobalah cari sisi positif / baik dari tulisan ini daripada mencari kelemahannya. Oleh karena itu, jangan ada yang mengkritik tulisan ini. Hahaha… relaks.jangan terlalu serius.
Kalau dipikir-pikir sepertinya kita memang dibesarkan dan dididik untuk menjadi manusia-manusia kritikus. Dari kecil kita sering terlibat dalam mencari letak kesalahan daripada mencari solusi, lebih sering mencari siapa yg harus bertanggungjawab daripada bekerjasama menyelesaikannya bersama-sama. Lebih sering membicarakan kekurangan daripada memuji kelebihan pihak lain. Kebiasaan-kebiasaan seperti itulah yg sedikit banyak berperan menciptakan manusia terbiasa fokus pada sisi yg buruk saja.
Apabila orang lain mengemukakan suatu ide, pendapat atau konsep yang kelemahannya terlihat oleh kita, langsung kita “gatal” kalau tidak mengkritik. Bukan memberi ide yang lebih baik atau ide untuk melengkapi dan menyempurnakan, tetapi sebaliknya kita selalu memikirkan dan mengangkat sisi negatifnya. Mengapa demikian ? karena sadar atau tidak, kritis sudah menjadi bagian dari diri kita.
Saya bukan anti terhadap “tukang kritik”. Karena kritik mengkritik sebenarnya bukanlah hal yang buruk, malah sebaliknya bisa menjadi vitamin dan motivator bagi pihak yg dikritik. Kritik yang disampaikan dengan baik, tepat waktu dan tepat sasaran adalah kritik yang sangat bermanfaat. Istilahnya orang-orang “kritik membangun”.
Tapi kalau kita dipikir-pikir lebih jauh lagi, menyempurnakan ide yang kurang sempurna atau yang tidak sesuai dengan pola pikir kita, tidak selalu harus menggunakan kritik, apalagi kritik menjatuhkan. Bisa dengan cara sebaliknya yaitu memberi ide lain yg benar-benar baru / orisinil yang lebih baik. Atau bisa juga hanya dengan membantu memberi ide yang bersifat memperbaiki bagian yang menurut kita kurang baik. Ironisnya, lebih banyak “orang cerdas” yang hanya pandai mengkritik tetapi tak mampu memberikan ide yang lebih baik daripada ide yang sedang ia kritik. Entah orang-orang jenis
ini sebenarnya hanya pandai melihat sisi negatif orang lain atau memang benar-benar pintar, hanya saja kreatifitas dia sering tertutup oleh kebiasaan kritik mengkritik, sehingga bukan mustahil dirinya juga menjadi kurang percaya diri untuk mengemukakan ide. Takut berbuat salah, malu kalau ternyata idenya tidak diterima, keliru dan lantas dikritik habis-habisan. Jadi hanya melontarkan kritik tanpa dasar, tanpa penjelasan, tidak ada uraian dan masukan apapun yang bisa dia angkat.
Budaya dan lingkungan seperti ini cenderung membuat kemampuan kreatifitas seseorang dan lingkungannya sulit berkembang, bahkan mematikan. Tidak heran kita lebih gampang mendapat orang-orang “pintar” -yang memperoleh predikat pintar karena kemampuan mengkritiknya- , tapi tidak kreatif dalam solusi apalagi inovatif.
Dalam berkomunikasi, baik di dunia nyata maupun maya, semuanya perlu belajar untuk melihat semua hal dari sisi positif. Perlu belajar berkontribusi memberi ide positif yang mencerahkan daripada menebar kritikan semata-mata yang semakin membuat kita menjadi manusia-manusia yang terbiasa melihat dari sisi negatif dan memenuhi pikiran dengan muatan negatif.
Meskipun tidak dapat dikatakan kebiasaan dan karakter yang terbentuk dari kebiasaan ini sepenuhnya jelek, tetapi berhati-hatilah dengannya. Kalau tidak, kebiasaan seperti ini bisa menjadi sumber penderitaan, ketidakbahagiaan hidup. Karena kemana dan dimanapun dia berada, sisi negatif setiap hal selalu dicari, terlihat lebih jelas dan lebih penting baginya,
bahkan menutupi sisi positif yang sesungguhnya lebih besar. Kemampuan menghargai dan bersyukur atas kelebihan yang dimiliki pun semakin lemah dan cenderung pesimistis.
Sekali lagi, bukan bermaksud anti terhadap kritikan dan tulisan ini pun adalah bukti saya juga sedang melakukan kritik. Tetapi sekedar ingin mengingatkan diri sendiri sekaligus mengajak teman-teman (yg barangkali merasa seperti saya yang pintar kritik) untuk membiasakan diri berpikir dan menggunakan kalimat positif.
Diakhir kritikan ini saya akan mulai dari sendiri menawarkan solusi yang dengannya mudah-mudahan kita bisa mengemukan kritikan sekaligus memberi ide. Misalnya dengan membiasakan pertanyaan : “Mengapa tidak menggunakan cara … , sebab setahuku.. ?” atau “Mengapa tidak lewat …. karena berdasarkan pengalamanku … ” atau “Apakah tidak sebaiknya .. ?”, “Apakah tidak lebih baik lebih baik.,menurutku bla bla …. ?” dst.
Dan sebagai latihan awal, cobalah cari sisi positif / baik dari tulisan ini daripada mencari kelemahannya. Oleh karena itu, jangan ada yang mengkritik tulisan ini. Hahaha… relaks.jangan terlalu serius.
0 comments:
Post a Comment