Kemajuan jaman ibarat pisau bermata ganda. Di satu sisi ia memberikan kemudahan hidup bagi masyarakat yang telah siap sehingga dapat memanfaatkannya. Di sisi yang lain sesungguhnya ia pun dapat memberikan akibat negatif untuk mereka yang belum siap mental menghadapi perubahan lingkungan yang sedemikian cepat. Ada tuntutan-tuntutan jaman dan konflik-konflik yang harus dihadapi seseorang untuk memenuhi tuntutan jaman itu akhirnya dapat menjerumuskan orang yang lemah pengertian batinnya pada kondisi stress.
Hakekat dari pengertian batin sebagai bekal yang paling pokok dalam menghadapi dampak negatif kemajuan jaman ini adalah memiliki kemampuan melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup tidak kekal dan hanyalah proses belaka. Pengertian ini biasanya telah dimengerti oleh hampir setiap orang secara teoritis tetapi pada kenyataannya orang jarang siap mental bila menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dalam usaha menyesuaikan antara pengertian batin (baca: teori) yang dimiliki dengan penerapannya pada kehidupan yang sesungguhnya inilah peranan Agama Buddha diperlukan. Agama Buddha adalah gabungan antara tradisi penghormatan kepada Sang Guru Agung, Buddha Gotama, dengan Ajaran Luhur Sang Buddha yang berisikan kiat-kiat untuk menghadapi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan tujuan Agama Buddha secara umum adalah agar orang yang mengikuti dan melaksanakan Ajarannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi, surgawi dan sebagai tujuan tertinggi adalah tercapai kebebasan mutlak yaitu Nibbana (=Nirwana) sebagai Tuhan Yang Mahaesa dalam pengertian Agama Buddha.
PEMBAHASAN
Pengertian batin untuk melihat hidup sebagaimana adanya ternyata lebih mudah diucapkan dan dinasehatkan kepada orang lain daripada untuk membantu diri kita sendiri dalam mengatasi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan harapan. Bila menjumpai orang lain yang sedang menderita, kita akan lebih mudah menjadi penasehat yang tampaknya amat bijaksana untuk membantu orang tersebut agar mampu menerima kepahitan hidup. Sebaliknya, bila tiba giliran kita yang menerima penderitaan akibat perubahan yang tidak diinginkan, kadang nasehat tulus dari seorang kawan dapat dianggap sebagai pelecehan atas kondisi yang sedang kita alami.
Untuk mengubah pengertian benar yang masih teoritis menjadi praktis itulah Sang Buddha dalam berbagai kesempatan sepanjang hidup Beliau telah menjelaskannya kepada para umatNya tentang tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Bila tahapan ini diikuti sungguh-sungguh maka hasil nyata yang dapat dialami sebagai awal pencapaian adalah hidup bahagia dan bebas dari stress. Kebahagiaan awal ini kemudian dapat dilanjutkan untuk dapat mencapai bentuk-bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi sehingga akhirnya tercapailah kebahagiaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana).
Secara ringkas, tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
TAHAP PERTAMA :
SUMBER STRESS ADALAH KEINGINAN
Manusia hidup pasti tidak akan pernah terlepas dari keinginan. Memiliki keinginan adalah wajar sejauh kita tidak menjadi budak keinginan kita sendiri. Oleh karena itu, keinginan dapat menjadi salah satu sumber stress. Stress dapat timbul bila orang bersikap terlalu kaku pada keinginannya sendiri tanpa memiliki kesadaran bahwa kadang orang harus menyesuaikan diri antara keinginan dengan kenyataan yang dihadapi. Dengan kata lain, orang sering tidak siap dan tidak berkeinginan menghadapi perubahan. Padahal, setiap saat dan di setiap tempat ada kemungkinan orang akan mengalami perubahan. Perubahan dalam hidup ini dapat merupakan perubahan ke arah yang menggembirakan ataupun sebaliknya. Menghadapi perubahan yang menggembirakan, orang tidak akan mempermasalahkan seperti bila sedang menghadapai perubahan yang tidak menyenangkan. Dalam masalah ini, perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang membuat orang tidak bahagia karena tidak sesuai dengan keinginannya. Perubahan dapat dirasakan mengarah pada hal yang tidak membahagiakan karena disebabkan oleh niat orang untuk tidak ingin berkumpul dengan yang tidak disenangi dan berpisah dengan yang dicinta. Perubahan ini terjadi dalam bentuk yang seluas-luasnya, misalnya dalam hubungan dengan sesama manusia, dengan benda maupun dengan suasana serta masih banyak yang lainnya. Stress muncul karena orang tidak ingin melihat perubahan ke arah yang tidak menggembirakan itu terwujud sebagai kenyataan. Orang bahkan ingin memaksakan kenyataan seperti keinginannya. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dapat terjadi.
Pada dasarnya terdapat dua macam keinginan yang dominan dalam kehidupan ini yaitu ingin selalu bersama dengan hal-hal atau kondisi yang menyenangkan dan yang lainnya adalah ingin tidak pernah menjumpai hal-hal atau kondisi yang tidak menyenangkan. Tentu saja bila kedua macam keinginan ini dapat terpenuhi maka bahagialah kehidupan orang tersebut. Namun, karena hidup selalu berubah maka orang kadang, kalau tidak dapat dibilang sering, mengalami kekecewaan. Bila kekecewaan ini bertambah banyak kuantitas maupun kualitasnya maka stress dan akibat-akibat negatif lainnya akan muncul.
Dewasa ini masalah stress dan akibatnya serta juga cara-cara menanggulanginya telah ramai dibicarakan di seluruh dunia. Banyak ahli menuliskan pendapatnya tentang stress. Salah satu diantaranya adalah Peter G. Hanson. Menurut hasil penelitian Hanson, beberapa di antara sumber stress dalam masyarakat adalah terutama karena memiliki kondisi yang tidak seimbang pada bidang-bidang keuangan, pribadi, kesehatan dan pekerjaan. Hanson mengartikan keuangan sebagai kondisi memiliki ketrampilan kerja yang dapat dijual, memiliki cukup uang untuk mencapai tujuan, dan jaminan keuangan jika nanti terserang penyakit, resesi, atau kehilangan pekerjaan. Pribadi adalah berarti memiliki teman sejati (tidak perlu banyak) dan keluarga, misalnya perkawinan atau hal yang serupa. Kesehatan yang dimaksudkan adalah kesehatan lahir batin yang dinyatakan oleh dokter dan bukan pendapat pribadi. Sedangkan pekerjaan berarti adalah tampil efisien dengan integritas dan mendapatkan rasa hormat dari lingkungan, dalam hal ini apabila sebagai seorang pelajar berarti segi pendidikan.
Bila orang mengalami perubahan atau kegagalan pada salah satu atau lebih dari keempat hal di atas maka ia memiliki potensi untuk mengalami stress, kecuali bila pengertian batinnya telah matang.
TAHAP KEDUA :
KEINGINAN DAPAT DIKENDALIKAN
Apabila sumber stress diketahui maka sesungguhnya jalan untuk mengatasinya telah terjawab setengahnya. Telah disadari bahwa keinginan yang tidak fleksibel justru akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang stress. Semakin kukuh keinginan seseorang, semakin besar pula kemungkinan stress yang akan dihadapinya. Untuk itulah, orang perlu memiliki wawasan berfikir bahwa dalam hidup ini sering keinginan tidak dapat menjadi kenyataan sedangkan kenyataan tidak jarang amat berbeda dari keinginan yang dimiliki. Wawasan ini berguna untuk melunakkan keinginan sehingga akhirnya dapat diubah dan disesuaikan dengan kenyataan. Bila keinginan telah sesuai dengan kenyataan maka stress pun akan dapat dihalau jauh-jauh dari hidup ini.
TAHAP KETIGA :
CARA MENGENDALIKAN KEINGINAN
Untuk mengendalikan keinginan agar stress dapat diusir dari kehidupan ini, ada beberapa langkah dalam Agama Buddha yang harus ditempuh, yaitu:
a. Kerelaan
Dalam Agama Buddha, kerelaan atau keikhlasan meliputi dua macam yaitu kerelaan materi dan non-materi. Kerelaan materi akan lebih mudah dilakukan karena lebih kelihatan secara indriawi. Kerelaan materi juga menjadi awal untuk mencapai tahap yang lebih tinggi lagi. Kerelaan materi dapat berbentuk bantuan sandang, pangan, papan, obat-obatan maupun keuangan.
Kerelaan non-materi atau kerelaan batin agak lebih sulit dilakukan. Kerelaan non-materi dapat dikatakan sebagai bentuk kerelaan yang lebih tinggi daripada kerelaan materi. Kerelaan ini membutuhkan sikap mental untuk tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki sikap mental mengharapkan semoga semua makhluk hidup berbahagia. Memperhatikan sekeliling dan siap membantu mereka dengan tenaga, ucapan maupun pikiran yang dimiliki. Beberapa bentuk kerelaan non-materi adalah nasehat, pengendalian diri dan peka pada kondisi lingkungan.
Melaksanakan kedua bentuk kerelaan di atas secara bersama-sama akan menumbuhkan kebahagiaan dalam hati si pelaku. Perasaan menjadi lebih ringan dan bahagia karena mempunyai ingatan bahwa dirinya telah mampu mengisi kehidupan ini dengan sesuatu yang berguna yaitu 'melakukan perbuatan baik' kepada fihak lain secara aktif. Kebahagiaan yang muncul karena orang telah mampu mengatasi dirinya ataupun keinginannya sendiri untuk mengembangkan rasa kebersamaan di jaman orang tidak lagi terlalu memperhatikan lingkungannya. Perasaan ini akan menambah semangat hidup dan ketenangan batin serta dapat membebaskan diri dari stress.
b. Kemoralan
Kemoralan adalah usaha mencegah berkembangnya bahkan -kalau dapat- menghilangkan perbuatan atau kebiasaan buruk yang telah dimiliki dan berusaha agar diri sendiri tidak melakukan keburukan yang telah dilakukan oleh orang lain.
Kemoralan juga akan memberikan ketenangan batin karena kemoralan menjaga segala perbuatan yang dilakukan lewat badan, ucapan dan pikiran agar 'terbebas dari kesalahan'. Manusia pada dasarnya berhasrat untuk melaksanakan segala bentuk keinginannya baik keinginan luhur maupun tidak baik. Namun dengan pengertian akan kemoralan maka orang kemudian akan mampu memilih perbuatan yang pantas dilakukan dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan maupun ukuran kemoralan yang lainnya. Semakin tepat pilihannya, semakin diterima pula seseorang dalam lingkungannya, semakin besar pula keyakinan pada dirinya sendiri bahwa ia 'terbebas dari kesalahan'.
Bila keinginan telah terbiasa dikendalikan, maka bila dalam kehidupan ini orang menjumpai kenyataan yang bertentangan dengan keinginannya, ia akan dengan lapang dada dan penuh pengertian akan mampu menerima kenyataan tersebut. Ia tenang menghadapi kenyataan.
Dalam pengertian Agama Buddha, apabila kerelaan adalah unsur aktif untuk berbuat kebaikan maka kemoralan adalah unsur negatif yaitu mencegah kejahatan. Kedua unsur ini masing-masing bekerja aktif untuk mengendalikan keinginan seseorang, menundukkan keinginan seseorang. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena mereka bekerja saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang sama, hidup bahagia dan bebas dari stress sebagai awal pencapaian yang lebih tinggi. Dengan demikian, umat Buddha selalu dianjurkan untuk melaksanakan kedua hal pokok ini.
Dalam menyimpulkan hasil penelitiannya Dr. Claire Weekes menyatakan bahwa menganut salah satu agama tertentu dapat mencegah serta mengatasi stress disamping memiliki pekerjaan yang sesuai dan keberanian dalam menghadapi resiko hidup.
c. Ketenangan batin
Langkah yang ketiga ini digunakan untuk mengatasi stress langsung dari sumbernya yaitu pikiran. Dalam pikiran itulah terletak bermacam-macam keinginan. Ketenangan batin dicapai melalui latihan meditasi. Meditasi dapat digunakan untuk mengendapkan dan menyusun segala bentuk keinginan dalam latihan berpikir dengan benar. Manusia mampu melatih setiap gerakan badan dan ucapan sesuai dengan kemauan, demikian pula terhadap pikiran. Sarana melatih pikiran itulah yang disebut dengan meditasi. Meditasi mengarahkan batin seseorang untuk dapat menyadari bahwa hidup adalah saat ini, bukan masa lalu maupun masa yang akan datang. Pada masa lalu orang pernah hidup tetapi sudah tidak hidup, di masa datang orang akan hidup tetapi belum hidup; di masa ini, saat inilah orang hidup dan sedang hidup. Bila batin telah mencapai tahap ini, batin akan mampu memisahkan antara keinginan yang diperlukan saat ini dari keinginan yang dapat ditunda atau bahkan keinginan yang perlu dihilangkan. Dengan demikian, maka orang akhirnya dapat menundukkan keinginannya sendiri dan terbebaslah ia dari stress.
Pada hakekatnya meditasi adalah menyadari segala sesuatu yang sedang dilakukan, diucapkan dan terutama segala yang dipikirkan. Meditasi bukanlah berdoa, mengatur pernafasan maupun mengosongkan pikiran. Dalam melaksanakan meditasi dibutuhkan beberapa persyaratan dasar yaitu posisi tubuh yang benar, waktu meditasi yang sesuai, tempat meditasi yang memenuhi persyaratan, obyek meditasi yang cocok dan juga guru yang mampu mengarahkan meditasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bila ketenangan batin tercapai maka stress pun tidak mempunyai kesempatan muncul dalam kehidupan ini. Dr. Vernon Coleman juga mengarahkan para pasien stress-nya untuk melakukan relaksasi terutama dengan meditasi walaupun tidak harus mengikuti satu bentuk institusi tertentu.
d. Kebijaksanaan
Kemampuan meditasi bukan hanya untuk menghasilkan ketenangan batin saja tetapi dapat dikembangkan ke arah pengertian batin yang hendak dicari sebagai obat tertinggi dalam menanggulangi stress.
Menurut Sang Buddha, ada dua macam kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan duniawi yang berupa teori dan kebijaksanaan mutlak yaitu tercapainya tujuan tertinggi dalam Agama Buddha, Nibbana/Nirwana. Kebijaksanaan duniawi adalah pengertian dasar bersifat filosofis dan teoritis untuk mendorong pelaksanaannya agar orang dapat membuktikan kebenarannya. Apabila telah dilaksanakan maka setahap demi setahap orang akan mendekati tujuan akhir yaitu kebijaksanaan mutlak.
Pencapaian kebijaksanaan mutlak dengan melatih ketenangan batin berpandangan terang. Sasaran latihan ketenangan batin tahap akhir ini adalah agar orang setelah mampu memisahkan antara keinginan yang pokok dan sampingan, kini di arahkan untuk menyadari bahwa keinginan itulah yang menjadi dasar ketidakpuasan dalam hidup ini. Keinginan itu pulalah yang menjadi salah satu sebab munculnya stress dalam hidup ini. Sedangkan sumber keinginan adalah karena tidak menyadari bahwa hidup akan selalu berubah dan hanyalah proses. Tahap ini menjadi tahap akhir dan menjadi tahap tertinggi dalam Agama Buddha. Untuk menguraikan tahapan ini membutuhkan suatu latihan dasar dari ketiga tahap sebelumnya, oleh karena itu dalam kesempatan ini tahap terakhir ini hanya diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran sepintas dahulu. Dalam kesempatan lain, mungkin akan dibicarakan secara khusus dan mendalam.
Sesungguhnya bila hanya untuk mengatasi stress saja ketiga tahap di atas sudah lebih dari cukup. Bila hendak mengatasi masalah hidup yang sesungguhnya yaitu untuk mencapai Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana) maka tahap keempat adalah tahap yang harus dilaksanakan.
PENUTUP
Istilah 'stress' kelihatannya baru muncul dalam beberapa dekade belakangan ini, tetapi sesungguhnya sejak jaman Sang Buddha hidup bahkan mungkin jauh sebelumnya itu kondisi stress ini telah dialami umat manusia. Oleh karena itu, Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan petunjuk untuk mengembangkan kebahagiaan yang telah dimiliki, namun juga berisikan kiat-kiat untuk memperbaiki situasi lahir batin yang sedang dihadapi. Apabila kondisi lahir batin dapat diselaraskan dengan kenyataan hidup, maka terbebaslah orang dari stress.
Kini, pengertian untuk mengatasi stress sebagai fenomena era globalisasi dan teknologi telah diberikan, tinggal dilaksanakan. Sesungguhnya menurut Sabda Sang Buddha:
Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.( DHAMMAPADA VIII, 14 )
Oleh Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera
Dikutip dari website Samaggi-phala WWW.samaggi-phala.or.id
Hakekat dari pengertian batin sebagai bekal yang paling pokok dalam menghadapi dampak negatif kemajuan jaman ini adalah memiliki kemampuan melihat hidup sebagaimana adanya, bahwa hidup tidak kekal dan hanyalah proses belaka. Pengertian ini biasanya telah dimengerti oleh hampir setiap orang secara teoritis tetapi pada kenyataannya orang jarang siap mental bila menghadapi perubahan yang terjadi dalam hidupnya.
Dalam usaha menyesuaikan antara pengertian batin (baca: teori) yang dimiliki dengan penerapannya pada kehidupan yang sesungguhnya inilah peranan Agama Buddha diperlukan. Agama Buddha adalah gabungan antara tradisi penghormatan kepada Sang Guru Agung, Buddha Gotama, dengan Ajaran Luhur Sang Buddha yang berisikan kiat-kiat untuk menghadapi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan tujuan Agama Buddha secara umum adalah agar orang yang mengikuti dan melaksanakan Ajarannya akan memperoleh kebahagiaan duniawi, surgawi dan sebagai tujuan tertinggi adalah tercapai kebebasan mutlak yaitu Nibbana (=Nirwana) sebagai Tuhan Yang Mahaesa dalam pengertian Agama Buddha.
PEMBAHASAN
Pengertian batin untuk melihat hidup sebagaimana adanya ternyata lebih mudah diucapkan dan dinasehatkan kepada orang lain daripada untuk membantu diri kita sendiri dalam mengatasi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan harapan. Bila menjumpai orang lain yang sedang menderita, kita akan lebih mudah menjadi penasehat yang tampaknya amat bijaksana untuk membantu orang tersebut agar mampu menerima kepahitan hidup. Sebaliknya, bila tiba giliran kita yang menerima penderitaan akibat perubahan yang tidak diinginkan, kadang nasehat tulus dari seorang kawan dapat dianggap sebagai pelecehan atas kondisi yang sedang kita alami.
Untuk mengubah pengertian benar yang masih teoritis menjadi praktis itulah Sang Buddha dalam berbagai kesempatan sepanjang hidup Beliau telah menjelaskannya kepada para umatNya tentang tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Bila tahapan ini diikuti sungguh-sungguh maka hasil nyata yang dapat dialami sebagai awal pencapaian adalah hidup bahagia dan bebas dari stress. Kebahagiaan awal ini kemudian dapat dilanjutkan untuk dapat mencapai bentuk-bentuk kebahagiaan yang lebih tinggi sehingga akhirnya tercapailah kebahagiaan tertinggi yaitu Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana).
Secara ringkas, tahapan-tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
TAHAP PERTAMA :
SUMBER STRESS ADALAH KEINGINAN
Manusia hidup pasti tidak akan pernah terlepas dari keinginan. Memiliki keinginan adalah wajar sejauh kita tidak menjadi budak keinginan kita sendiri. Oleh karena itu, keinginan dapat menjadi salah satu sumber stress. Stress dapat timbul bila orang bersikap terlalu kaku pada keinginannya sendiri tanpa memiliki kesadaran bahwa kadang orang harus menyesuaikan diri antara keinginan dengan kenyataan yang dihadapi. Dengan kata lain, orang sering tidak siap dan tidak berkeinginan menghadapi perubahan. Padahal, setiap saat dan di setiap tempat ada kemungkinan orang akan mengalami perubahan. Perubahan dalam hidup ini dapat merupakan perubahan ke arah yang menggembirakan ataupun sebaliknya. Menghadapi perubahan yang menggembirakan, orang tidak akan mempermasalahkan seperti bila sedang menghadapai perubahan yang tidak menyenangkan. Dalam masalah ini, perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang membuat orang tidak bahagia karena tidak sesuai dengan keinginannya. Perubahan dapat dirasakan mengarah pada hal yang tidak membahagiakan karena disebabkan oleh niat orang untuk tidak ingin berkumpul dengan yang tidak disenangi dan berpisah dengan yang dicinta. Perubahan ini terjadi dalam bentuk yang seluas-luasnya, misalnya dalam hubungan dengan sesama manusia, dengan benda maupun dengan suasana serta masih banyak yang lainnya. Stress muncul karena orang tidak ingin melihat perubahan ke arah yang tidak menggembirakan itu terwujud sebagai kenyataan. Orang bahkan ingin memaksakan kenyataan seperti keinginannya. Tentunya hal ini tidaklah mungkin dapat terjadi.
Pada dasarnya terdapat dua macam keinginan yang dominan dalam kehidupan ini yaitu ingin selalu bersama dengan hal-hal atau kondisi yang menyenangkan dan yang lainnya adalah ingin tidak pernah menjumpai hal-hal atau kondisi yang tidak menyenangkan. Tentu saja bila kedua macam keinginan ini dapat terpenuhi maka bahagialah kehidupan orang tersebut. Namun, karena hidup selalu berubah maka orang kadang, kalau tidak dapat dibilang sering, mengalami kekecewaan. Bila kekecewaan ini bertambah banyak kuantitas maupun kualitasnya maka stress dan akibat-akibat negatif lainnya akan muncul.
Dewasa ini masalah stress dan akibatnya serta juga cara-cara menanggulanginya telah ramai dibicarakan di seluruh dunia. Banyak ahli menuliskan pendapatnya tentang stress. Salah satu diantaranya adalah Peter G. Hanson. Menurut hasil penelitian Hanson, beberapa di antara sumber stress dalam masyarakat adalah terutama karena memiliki kondisi yang tidak seimbang pada bidang-bidang keuangan, pribadi, kesehatan dan pekerjaan. Hanson mengartikan keuangan sebagai kondisi memiliki ketrampilan kerja yang dapat dijual, memiliki cukup uang untuk mencapai tujuan, dan jaminan keuangan jika nanti terserang penyakit, resesi, atau kehilangan pekerjaan. Pribadi adalah berarti memiliki teman sejati (tidak perlu banyak) dan keluarga, misalnya perkawinan atau hal yang serupa. Kesehatan yang dimaksudkan adalah kesehatan lahir batin yang dinyatakan oleh dokter dan bukan pendapat pribadi. Sedangkan pekerjaan berarti adalah tampil efisien dengan integritas dan mendapatkan rasa hormat dari lingkungan, dalam hal ini apabila sebagai seorang pelajar berarti segi pendidikan.
Bila orang mengalami perubahan atau kegagalan pada salah satu atau lebih dari keempat hal di atas maka ia memiliki potensi untuk mengalami stress, kecuali bila pengertian batinnya telah matang.
TAHAP KEDUA :
KEINGINAN DAPAT DIKENDALIKAN
Apabila sumber stress diketahui maka sesungguhnya jalan untuk mengatasinya telah terjawab setengahnya. Telah disadari bahwa keinginan yang tidak fleksibel justru akan menjerumuskan seseorang ke dalam jurang stress. Semakin kukuh keinginan seseorang, semakin besar pula kemungkinan stress yang akan dihadapinya. Untuk itulah, orang perlu memiliki wawasan berfikir bahwa dalam hidup ini sering keinginan tidak dapat menjadi kenyataan sedangkan kenyataan tidak jarang amat berbeda dari keinginan yang dimiliki. Wawasan ini berguna untuk melunakkan keinginan sehingga akhirnya dapat diubah dan disesuaikan dengan kenyataan. Bila keinginan telah sesuai dengan kenyataan maka stress pun akan dapat dihalau jauh-jauh dari hidup ini.
TAHAP KETIGA :
CARA MENGENDALIKAN KEINGINAN
Untuk mengendalikan keinginan agar stress dapat diusir dari kehidupan ini, ada beberapa langkah dalam Agama Buddha yang harus ditempuh, yaitu:
a. Kerelaan
Dalam Agama Buddha, kerelaan atau keikhlasan meliputi dua macam yaitu kerelaan materi dan non-materi. Kerelaan materi akan lebih mudah dilakukan karena lebih kelihatan secara indriawi. Kerelaan materi juga menjadi awal untuk mencapai tahap yang lebih tinggi lagi. Kerelaan materi dapat berbentuk bantuan sandang, pangan, papan, obat-obatan maupun keuangan.
Kerelaan non-materi atau kerelaan batin agak lebih sulit dilakukan. Kerelaan non-materi dapat dikatakan sebagai bentuk kerelaan yang lebih tinggi daripada kerelaan materi. Kerelaan ini membutuhkan sikap mental untuk tidak mementingkan diri sendiri. Memiliki sikap mental mengharapkan semoga semua makhluk hidup berbahagia. Memperhatikan sekeliling dan siap membantu mereka dengan tenaga, ucapan maupun pikiran yang dimiliki. Beberapa bentuk kerelaan non-materi adalah nasehat, pengendalian diri dan peka pada kondisi lingkungan.
Melaksanakan kedua bentuk kerelaan di atas secara bersama-sama akan menumbuhkan kebahagiaan dalam hati si pelaku. Perasaan menjadi lebih ringan dan bahagia karena mempunyai ingatan bahwa dirinya telah mampu mengisi kehidupan ini dengan sesuatu yang berguna yaitu 'melakukan perbuatan baik' kepada fihak lain secara aktif. Kebahagiaan yang muncul karena orang telah mampu mengatasi dirinya ataupun keinginannya sendiri untuk mengembangkan rasa kebersamaan di jaman orang tidak lagi terlalu memperhatikan lingkungannya. Perasaan ini akan menambah semangat hidup dan ketenangan batin serta dapat membebaskan diri dari stress.
b. Kemoralan
Kemoralan adalah usaha mencegah berkembangnya bahkan -kalau dapat- menghilangkan perbuatan atau kebiasaan buruk yang telah dimiliki dan berusaha agar diri sendiri tidak melakukan keburukan yang telah dilakukan oleh orang lain.
Kemoralan juga akan memberikan ketenangan batin karena kemoralan menjaga segala perbuatan yang dilakukan lewat badan, ucapan dan pikiran agar 'terbebas dari kesalahan'. Manusia pada dasarnya berhasrat untuk melaksanakan segala bentuk keinginannya baik keinginan luhur maupun tidak baik. Namun dengan pengertian akan kemoralan maka orang kemudian akan mampu memilih perbuatan yang pantas dilakukan dari hal-hal yang tidak sesuai dengan kondisi lingkungan maupun ukuran kemoralan yang lainnya. Semakin tepat pilihannya, semakin diterima pula seseorang dalam lingkungannya, semakin besar pula keyakinan pada dirinya sendiri bahwa ia 'terbebas dari kesalahan'.
Bila keinginan telah terbiasa dikendalikan, maka bila dalam kehidupan ini orang menjumpai kenyataan yang bertentangan dengan keinginannya, ia akan dengan lapang dada dan penuh pengertian akan mampu menerima kenyataan tersebut. Ia tenang menghadapi kenyataan.
Dalam pengertian Agama Buddha, apabila kerelaan adalah unsur aktif untuk berbuat kebaikan maka kemoralan adalah unsur negatif yaitu mencegah kejahatan. Kedua unsur ini masing-masing bekerja aktif untuk mengendalikan keinginan seseorang, menundukkan keinginan seseorang. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya karena mereka bekerja saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang sama, hidup bahagia dan bebas dari stress sebagai awal pencapaian yang lebih tinggi. Dengan demikian, umat Buddha selalu dianjurkan untuk melaksanakan kedua hal pokok ini.
Dalam menyimpulkan hasil penelitiannya Dr. Claire Weekes menyatakan bahwa menganut salah satu agama tertentu dapat mencegah serta mengatasi stress disamping memiliki pekerjaan yang sesuai dan keberanian dalam menghadapi resiko hidup.
c. Ketenangan batin
Langkah yang ketiga ini digunakan untuk mengatasi stress langsung dari sumbernya yaitu pikiran. Dalam pikiran itulah terletak bermacam-macam keinginan. Ketenangan batin dicapai melalui latihan meditasi. Meditasi dapat digunakan untuk mengendapkan dan menyusun segala bentuk keinginan dalam latihan berpikir dengan benar. Manusia mampu melatih setiap gerakan badan dan ucapan sesuai dengan kemauan, demikian pula terhadap pikiran. Sarana melatih pikiran itulah yang disebut dengan meditasi. Meditasi mengarahkan batin seseorang untuk dapat menyadari bahwa hidup adalah saat ini, bukan masa lalu maupun masa yang akan datang. Pada masa lalu orang pernah hidup tetapi sudah tidak hidup, di masa datang orang akan hidup tetapi belum hidup; di masa ini, saat inilah orang hidup dan sedang hidup. Bila batin telah mencapai tahap ini, batin akan mampu memisahkan antara keinginan yang diperlukan saat ini dari keinginan yang dapat ditunda atau bahkan keinginan yang perlu dihilangkan. Dengan demikian, maka orang akhirnya dapat menundukkan keinginannya sendiri dan terbebaslah ia dari stress.
Pada hakekatnya meditasi adalah menyadari segala sesuatu yang sedang dilakukan, diucapkan dan terutama segala yang dipikirkan. Meditasi bukanlah berdoa, mengatur pernafasan maupun mengosongkan pikiran. Dalam melaksanakan meditasi dibutuhkan beberapa persyaratan dasar yaitu posisi tubuh yang benar, waktu meditasi yang sesuai, tempat meditasi yang memenuhi persyaratan, obyek meditasi yang cocok dan juga guru yang mampu mengarahkan meditasi sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bila ketenangan batin tercapai maka stress pun tidak mempunyai kesempatan muncul dalam kehidupan ini. Dr. Vernon Coleman juga mengarahkan para pasien stress-nya untuk melakukan relaksasi terutama dengan meditasi walaupun tidak harus mengikuti satu bentuk institusi tertentu.
d. Kebijaksanaan
Kemampuan meditasi bukan hanya untuk menghasilkan ketenangan batin saja tetapi dapat dikembangkan ke arah pengertian batin yang hendak dicari sebagai obat tertinggi dalam menanggulangi stress.
Menurut Sang Buddha, ada dua macam kebijaksanaan yaitu kebijaksanaan duniawi yang berupa teori dan kebijaksanaan mutlak yaitu tercapainya tujuan tertinggi dalam Agama Buddha, Nibbana/Nirwana. Kebijaksanaan duniawi adalah pengertian dasar bersifat filosofis dan teoritis untuk mendorong pelaksanaannya agar orang dapat membuktikan kebenarannya. Apabila telah dilaksanakan maka setahap demi setahap orang akan mendekati tujuan akhir yaitu kebijaksanaan mutlak.
Pencapaian kebijaksanaan mutlak dengan melatih ketenangan batin berpandangan terang. Sasaran latihan ketenangan batin tahap akhir ini adalah agar orang setelah mampu memisahkan antara keinginan yang pokok dan sampingan, kini di arahkan untuk menyadari bahwa keinginan itulah yang menjadi dasar ketidakpuasan dalam hidup ini. Keinginan itu pulalah yang menjadi salah satu sebab munculnya stress dalam hidup ini. Sedangkan sumber keinginan adalah karena tidak menyadari bahwa hidup akan selalu berubah dan hanyalah proses. Tahap ini menjadi tahap akhir dan menjadi tahap tertinggi dalam Agama Buddha. Untuk menguraikan tahapan ini membutuhkan suatu latihan dasar dari ketiga tahap sebelumnya, oleh karena itu dalam kesempatan ini tahap terakhir ini hanya diuraikan secara singkat untuk memberikan gambaran sepintas dahulu. Dalam kesempatan lain, mungkin akan dibicarakan secara khusus dan mendalam.
Sesungguhnya bila hanya untuk mengatasi stress saja ketiga tahap di atas sudah lebih dari cukup. Bila hendak mengatasi masalah hidup yang sesungguhnya yaitu untuk mencapai Tuhan Yang Mahaesa (=Nibbana/Nirwana) maka tahap keempat adalah tahap yang harus dilaksanakan.
PENUTUP
Istilah 'stress' kelihatannya baru muncul dalam beberapa dekade belakangan ini, tetapi sesungguhnya sejak jaman Sang Buddha hidup bahkan mungkin jauh sebelumnya itu kondisi stress ini telah dialami umat manusia. Oleh karena itu, Ajaran Sang Buddha bukan hanya berisikan petunjuk untuk mengembangkan kebahagiaan yang telah dimiliki, namun juga berisikan kiat-kiat untuk memperbaiki situasi lahir batin yang sedang dihadapi. Apabila kondisi lahir batin dapat diselaraskan dengan kenyataan hidup, maka terbebaslah orang dari stress.
Kini, pengertian untuk mengatasi stress sebagai fenomena era globalisasi dan teknologi telah diberikan, tinggal dilaksanakan. Sesungguhnya menurut Sabda Sang Buddha:
Walaupun seseorang hidup seratus tahun, tetapi tidak dapat melihat timbul dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi, sesungguhnya lebih baik kehidupan sehari dari orang yang dapat melihat timbul dan tenggelamnya segala sesuatu yang berkondisi.( DHAMMAPADA VIII, 14 )
Oleh Yang Mulia Bhikkhu Uttamo Thera
Dikutip dari website Samaggi-phala WWW.samaggi-phala.or.id
0 comments:
Post a Comment