Ketika api kehidupan dan kesadaran tidak lagi eksis, maka itulah yang dinamakan kematian. Kematian dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya :
1. Ketika karma seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
2. Ketika masa hidup seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
3. Ketika keduanya, yaitu karma dan masa hidup seseorang telah selesain pada kehidupan ini.
4. Ketika kehidupan berakhir karena kecelakaan dan penyebab yang tidak normal.
Kematian bukanlah akhir dari suatu keberadaan, namun kematian hanyalah menutup satu bab dan membuka bab berikutnya seketika. Kematian dna kelahiran kembali, keduanya selalu terjadi pada saat yang bersamaan.
Terdapat dua macam kematian, yaitu kematian yang bersifat konvensional dan kematian akhir. Kematian konvensional sendiri mempunyai dua sisi yaitu kematian dari waktu ke waktu dan kematian yang sesungguhnya.
Kematian Waktu Ke Waktu Dan Kematian “Sesungguhnya”
Pada kematian dari waktu ke waktu, anda seakan-akan tetap ada, namun pada kenyataan pikiran dan jasmani seperti sel-sel dalam tubuh anda mati setiap saat, dan semua itu diperbaharui – terlahir kembali. Memahami kebenaran ini adalah langkah penting dalam mempersiapkan diri dari kematian sesungguhnya. Bila kita telah memahaminya, kita akan mengerti bahwa ‘kematian sesungguhnya’ hanyalah tahap berikutnya.
Kita maju selangkah untuk mempersiapkan kematian sesungguhnya dengan memandangnya secara logika. Anda hanya perlun membuka mata dan melihat sekeliling anda. Anda akan melihat pohon-pohon, tumbuhan, dan serangga mati setiap saat. Jika anda hidup selama 40 tahun misalnya dan menghitung jumlah teman, relasi, dan sanak famili yang telah meninggal, seharusnya suatu hari anda duduk dan merenung “Teman-teman saya satu persatu telah meninggal, berikutnya adalah giliran saya.” Jdai itulah cara lain dalam memandang kematian.”
Car lain dalam memandang kematian secara logika adalah memahami baha kit semua erbentuk dari unsur-unsur yang tidak kekal. Kita terbentuk dari tanah, air, api dan udara. Semua elemen-elemen yang membentuk jasmani kita merupakan objek dari ketidakkekalan dan kematian. Jadi aoa yang dihasilkan dari elemen-elemen itu akan menjadi tidak kekal juga. Tidak ada yang dapat menghentikannya.
Mempersiapkan kematian yang penuh damai.
Saat kita memahami kematian sesungguhnya, kita seharusnya berpikir, “Saya akan meninggal, lalu apa yang harus saya banggakan? Saya telah berintimidasi akan kematian, saya tak mempunyai alasan apapun untuk bangga terhadap apapun. Saya tak punya alasan untuk menyimpan dendanm terhadap siapapun. Cepat atau lambat saya akan mati. Saya tak punya alasan apapun untuk menggengam atau mempertahankan sesuatu. Sekuat apapun saya menggengamnya, semuanya akan terlepas juga pada waktunya. Jadi saya pun tidak perlu serakah. Dengan tidak menggengam keserakahan, kematian saya akan lebih damai.”
Langkah berikutnya adalah berpikir, “Saya sadar saya akan mati, saya pikir akan lebih baik bagi saya untuk mati dalam kedamaian, jadi biarlah saya coba mempersiapkannya. Biarkan saya merasakan damai setiap saat.” Namun bukan berarti Anda berbaring di tengah jalan dan menanti truk menggilas Anda, atau meneguk racun ataun memutuskan untuk bunuh diri. Bukan itu caranya mendapatkan kedamaian. Kita harus hidup selama mungkin. Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Untuk dapat meninggal dengan tenang kita harus mempersiapkan kedamaian pikiran kitaa. Kematian yang damai adalah kematian yang tanpa rasa sakit. Di saat kita bermeditasi, kita mengalami sakit pada fisik, cntohnya sakit pada lutu. Kita dapat menggunakan sakit ini untuk mempersiapkan diri dari rasa sakit di akhir hidup kita. Sakit pada lutut seperti rasa sakit akibat kanker. Saya rasa bila kanker menggerogoti sistem syaraf kita, kita akan selalu dalam kesakitan. Tak peduli apa yang kita coba lakukan, rasa sakit itu tetap ada.
Karena itulah kita harus mempersiapkan pikiran kita dengan melatih meditasi pada perasaan-perasaan yang muncul dan mengendalikannya. Kita harus memperahtikan apa yang kita rasakan, perasaan apapun seperti sakit gigi, sakit pada leher, dan lainnya. Jika kita merasakan rasa sakit itu, kita berkonsentrasi pada rasa sakit tersebut. Ketika rasa sakit itu datang kita fokuskan pada rasa sakit itu. Kita amati ketika rasa sakit itu muncul, memuncak, dan akhirnya berlalu.
Jadi sebelum kematian itu terjadi, kita belajar untuk menerimanmya dan bertahan dalam rasa sakit, mengamati dan tidak marah pada rasa sakit itu. Semakin kita kesal pada rasa sakit itu, semakin kita merasakan sakit itu. Semakin kita rileks, rasa sakit tersebut akan semakin berkurang. Saya mengenal beberapa teman yang meninggal dengan kondisi fisil yang sangat menderita, dengan rasa sakit yang mematikan. Mereka menolak segala macam pengobatan, mereka bahkan menjelaskan penyakitnya pada para pengunjung yang datang untuk memberikan kekuatan, simpati dan belas kasih.
Namun ketika sang pasien dapat mengatasi rasa sakit itu, yang terjadi adalah sebaliknya, sang pasienlah yang akhirnya memberikan pengunjung itu simpati, belas kasih dan kekuatan. Jadi rasa sakit bukanlah penghalang buat seseorang untuk dapat meninggal dengan damai.
Namun pada orang-orang yang tidak dapat mengatasi rasa sakitnya, obat-obatan diperlukan. Namun kita sebaiknya terlebih dahulu meningatkan toleransi terhadap rasa sakit itu dengan mengkondisikan pikiran dan mempersiapkannya menerima rasa sakit fisik tersebut. Kita dapat mengkondisikan pikiran dengan baik dan secara halus mencoba menyaranakan orang tersebut bermeditasi. Kita dapat melantunkan sesuatu yang damai untuk mencoba membantu mereka menenangkan pikiran. Memberi mereka instruksi dalam melakukan meditasi.
Anda ingat seorang ibu yang hendak melahirkan yang sedang merasakan kesakitan, mereka diajarkan untuk berkonsetrasi pada nafas. Mereka mempertahankan irama nafas. Saat mereka mendorong bayi untuk keluar, mereka fokus pada nafas, pada tubuh dan pada dorongan. Kita dapat menggunakan hal tersebut untuk membantu orang yang sekarang karena kesakitan. Ibu-ibu tersebut melahirkan bayinya dengan sedikit ras sakit karena mereka telah terlatih untuk itu. Jadi kita dapat melatih pikiran untuk menerima rasa sakit itu.
Jadi demikianlah, mengapa kita harus melatih pikiran kita. Daripada mengatasi sakit pada fisik terlebih dahulu, sebaiknya kita belajar bagaimana memperlakukan pikiran kita terlebih dahulu. Saat jasmani tenang, pikiran pun tenang, demikian pula sebaliknya. Kedua hal tersebut selalu saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Meditasi ditemukan jauh sebelum obat-obatan ditemukan. Namun kini orang-orang tidak lagi memperhatikan cara0cara spiritual, mereka langsung memilih narkotik dan obat-obat penahan sakit yang kemungkinan besar mempunyai efek samping yang sangat berbahaya pada penderita terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Cara-cara spiritual tidak akan menimbulkan efek samping, kalaupun ada yaitu akan meningkatkan kualitas hidup Anda, memberikan citarasa yang berbeda bagi hidup Anda. Ketika Anda melewati rasa sakit itu, semua itu akan membawa efek kedamaian.
Ketika seseorang mendekati kematian, mereka seringkali merasa sangat menyesal dan bersalah. Itulah alasan lain bagi seseorang merasa takut akan kematian. Ketika ia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, ketika ia sadar bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan, semua yang telah ia perbuat selama ini datng bagaikan kilatan-kilatan cahaya. Untuk itulah bagi orang yang penuh cinta kasih, ketika seseorang menjelang kematian, bantulah mereka agar meninggal dengan tenang dengan mengingatkan mereka akan hal-hal yang baik yang pernah mereka lakukan. Cntohnya bagi mereka yang mempunyai anak, kita dapat mengingatkan dia betapa mereka telah berbuat banyak buat sang anak dan juga hal-hal baik lainnya yang mereka lakukan untuk orang lain. Apapun yang ia lakukan, menanam pohon, membersihkan jalan dan lainnya.
Kedua kita dapat meminta mereka untuk membayangkan objek yang penuh damai, seperti sosok Buddha. Cobalah untuk menghalangi semua pikiran-pikiran negatif. Ketiga, bila Anda mengenal para Bhikkhu aatu pendeta, minta mereka datang dan memberikan ceramah. Walaupun selama ini orang tersebut benci akan ceramah tersebut, namun pada saat ini mereka akan mendengarkannya, bahkan dengan sungguh-sungguh, karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.
Kematian Akhir
Anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akansemua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.
Kematian akan mengakibatkan kelahiran karena adanya suatu keinginan atau hasrat untuk terlahir kembali. Selama anda memiliki hasrat tersebut, Anda akan terlahir kembali. Bila hasrat tersebut musnah, anda tidak akan terlahir kembali.
Itulah yang akan membawa kita pada tahap akhir pencerahan.
Kematian akhir adalah kematian dari orang yang telah mencapai pencerahan. Mereka mempunyai pemikiran seperti ini, “Baiklah, saya telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan”. Dengan pikiran seperti ini mereka dapat meninggal kapan saja. Apa yang saya lakukan sekarang mungkin sebagai pekerjaan ekstra sebagai tambahan dari pekerjaan utama saya. Pekerjaan tambahan itu adalah pelayanan kepada dunia ini.
Dalam beberapa kasusu, seseorang masih berhasrat untuk terlahir kembali. Mungkin mereka ingin terlahir di tempat yang lebih baik, jika dia hidup dalam ketentraman, mempunyai seorang istri yang ideal, mungkin dia akan berpikir, “Saya ingin bersama dengan istri saya bahkan dalam kehidupan berikutnya. Saya ingin terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang sama seperti yang saya lalui, memiliki kesamaan emosinal, kepuasan spiritual yang membuat hidup ini sangat damai. Jadi, biarkan saya memiliki hidup seperti ini lagi.” Dengan demikian tak peduli betapa mulia orang tersebut, Ia akan memiliki kehidupan yang sama lagi, karena ia masih memiliki hasrat untuk terlahir kembali.
Bagi orang yang telah tercerahkan, mereka bahkan tidak memiliki hasrat. Mereka menyadari bahwa walaupun tercipta secara mental, semua itu adalah Sankhara (Corak-corak mental, terkondisi dan tidak kekal). Apapun jenis sankhara itu, tak peduli begitu sempurnanya itu muncul, tetap adalah tidak kekal. Lebih dari itu, seorang yang telah tercerahkan menyadari bahwa kematian mereka telah berakhir, mereka tidak akan mengalami kematian lagi. Jadi inilah kematian terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak ada lagi kematian. Tiada ada apapun yang melampaui hal ini. Jadi itulah yang dimaksud “Kematian Akhir”.
(Dikutip dari Majalah Bodhidharma)
Judul Asli : The Buddhist View of Death.
Interview dengan Bhante Gunaratana oleh Shramaneri Sudhamma dan Margot Born.
Disadur dan diterjemahkan oleh: Divisi Penterjemah Pusdiklat Buddhis Bodhidharma
1. Ketika karma seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
2. Ketika masa hidup seseorang telah selesai pada kehidupan ini.
3. Ketika keduanya, yaitu karma dan masa hidup seseorang telah selesain pada kehidupan ini.
4. Ketika kehidupan berakhir karena kecelakaan dan penyebab yang tidak normal.
Kematian bukanlah akhir dari suatu keberadaan, namun kematian hanyalah menutup satu bab dan membuka bab berikutnya seketika. Kematian dna kelahiran kembali, keduanya selalu terjadi pada saat yang bersamaan.
Terdapat dua macam kematian, yaitu kematian yang bersifat konvensional dan kematian akhir. Kematian konvensional sendiri mempunyai dua sisi yaitu kematian dari waktu ke waktu dan kematian yang sesungguhnya.
Kematian Waktu Ke Waktu Dan Kematian “Sesungguhnya”
Pada kematian dari waktu ke waktu, anda seakan-akan tetap ada, namun pada kenyataan pikiran dan jasmani seperti sel-sel dalam tubuh anda mati setiap saat, dan semua itu diperbaharui – terlahir kembali. Memahami kebenaran ini adalah langkah penting dalam mempersiapkan diri dari kematian sesungguhnya. Bila kita telah memahaminya, kita akan mengerti bahwa ‘kematian sesungguhnya’ hanyalah tahap berikutnya.
Kita maju selangkah untuk mempersiapkan kematian sesungguhnya dengan memandangnya secara logika. Anda hanya perlun membuka mata dan melihat sekeliling anda. Anda akan melihat pohon-pohon, tumbuhan, dan serangga mati setiap saat. Jika anda hidup selama 40 tahun misalnya dan menghitung jumlah teman, relasi, dan sanak famili yang telah meninggal, seharusnya suatu hari anda duduk dan merenung “Teman-teman saya satu persatu telah meninggal, berikutnya adalah giliran saya.” Jdai itulah cara lain dalam memandang kematian.”
Car lain dalam memandang kematian secara logika adalah memahami baha kit semua erbentuk dari unsur-unsur yang tidak kekal. Kita terbentuk dari tanah, air, api dan udara. Semua elemen-elemen yang membentuk jasmani kita merupakan objek dari ketidakkekalan dan kematian. Jadi aoa yang dihasilkan dari elemen-elemen itu akan menjadi tidak kekal juga. Tidak ada yang dapat menghentikannya.
Mempersiapkan kematian yang penuh damai.
Saat kita memahami kematian sesungguhnya, kita seharusnya berpikir, “Saya akan meninggal, lalu apa yang harus saya banggakan? Saya telah berintimidasi akan kematian, saya tak mempunyai alasan apapun untuk bangga terhadap apapun. Saya tak punya alasan untuk menyimpan dendanm terhadap siapapun. Cepat atau lambat saya akan mati. Saya tak punya alasan apapun untuk menggengam atau mempertahankan sesuatu. Sekuat apapun saya menggengamnya, semuanya akan terlepas juga pada waktunya. Jadi saya pun tidak perlu serakah. Dengan tidak menggengam keserakahan, kematian saya akan lebih damai.”
Langkah berikutnya adalah berpikir, “Saya sadar saya akan mati, saya pikir akan lebih baik bagi saya untuk mati dalam kedamaian, jadi biarlah saya coba mempersiapkannya. Biarkan saya merasakan damai setiap saat.” Namun bukan berarti Anda berbaring di tengah jalan dan menanti truk menggilas Anda, atau meneguk racun ataun memutuskan untuk bunuh diri. Bukan itu caranya mendapatkan kedamaian. Kita harus hidup selama mungkin. Kita harus melakukan apa yang seharusnya kita lakukan.
Untuk dapat meninggal dengan tenang kita harus mempersiapkan kedamaian pikiran kitaa. Kematian yang damai adalah kematian yang tanpa rasa sakit. Di saat kita bermeditasi, kita mengalami sakit pada fisik, cntohnya sakit pada lutu. Kita dapat menggunakan sakit ini untuk mempersiapkan diri dari rasa sakit di akhir hidup kita. Sakit pada lutut seperti rasa sakit akibat kanker. Saya rasa bila kanker menggerogoti sistem syaraf kita, kita akan selalu dalam kesakitan. Tak peduli apa yang kita coba lakukan, rasa sakit itu tetap ada.
Karena itulah kita harus mempersiapkan pikiran kita dengan melatih meditasi pada perasaan-perasaan yang muncul dan mengendalikannya. Kita harus memperahtikan apa yang kita rasakan, perasaan apapun seperti sakit gigi, sakit pada leher, dan lainnya. Jika kita merasakan rasa sakit itu, kita berkonsentrasi pada rasa sakit tersebut. Ketika rasa sakit itu datang kita fokuskan pada rasa sakit itu. Kita amati ketika rasa sakit itu muncul, memuncak, dan akhirnya berlalu.
Jadi sebelum kematian itu terjadi, kita belajar untuk menerimanmya dan bertahan dalam rasa sakit, mengamati dan tidak marah pada rasa sakit itu. Semakin kita kesal pada rasa sakit itu, semakin kita merasakan sakit itu. Semakin kita rileks, rasa sakit tersebut akan semakin berkurang. Saya mengenal beberapa teman yang meninggal dengan kondisi fisil yang sangat menderita, dengan rasa sakit yang mematikan. Mereka menolak segala macam pengobatan, mereka bahkan menjelaskan penyakitnya pada para pengunjung yang datang untuk memberikan kekuatan, simpati dan belas kasih.
Namun ketika sang pasien dapat mengatasi rasa sakit itu, yang terjadi adalah sebaliknya, sang pasienlah yang akhirnya memberikan pengunjung itu simpati, belas kasih dan kekuatan. Jadi rasa sakit bukanlah penghalang buat seseorang untuk dapat meninggal dengan damai.
Namun pada orang-orang yang tidak dapat mengatasi rasa sakitnya, obat-obatan diperlukan. Namun kita sebaiknya terlebih dahulu meningatkan toleransi terhadap rasa sakit itu dengan mengkondisikan pikiran dan mempersiapkannya menerima rasa sakit fisik tersebut. Kita dapat mengkondisikan pikiran dengan baik dan secara halus mencoba menyaranakan orang tersebut bermeditasi. Kita dapat melantunkan sesuatu yang damai untuk mencoba membantu mereka menenangkan pikiran. Memberi mereka instruksi dalam melakukan meditasi.
Anda ingat seorang ibu yang hendak melahirkan yang sedang merasakan kesakitan, mereka diajarkan untuk berkonsetrasi pada nafas. Mereka mempertahankan irama nafas. Saat mereka mendorong bayi untuk keluar, mereka fokus pada nafas, pada tubuh dan pada dorongan. Kita dapat menggunakan hal tersebut untuk membantu orang yang sekarang karena kesakitan. Ibu-ibu tersebut melahirkan bayinya dengan sedikit ras sakit karena mereka telah terlatih untuk itu. Jadi kita dapat melatih pikiran untuk menerima rasa sakit itu.
Jadi demikianlah, mengapa kita harus melatih pikiran kita. Daripada mengatasi sakit pada fisik terlebih dahulu, sebaiknya kita belajar bagaimana memperlakukan pikiran kita terlebih dahulu. Saat jasmani tenang, pikiran pun tenang, demikian pula sebaliknya. Kedua hal tersebut selalu saling berhubungan satu dengan yang lainnya.
Meditasi ditemukan jauh sebelum obat-obatan ditemukan. Namun kini orang-orang tidak lagi memperhatikan cara0cara spiritual, mereka langsung memilih narkotik dan obat-obat penahan sakit yang kemungkinan besar mempunyai efek samping yang sangat berbahaya pada penderita terutama bila digunakan dalam jangka panjang. Cara-cara spiritual tidak akan menimbulkan efek samping, kalaupun ada yaitu akan meningkatkan kualitas hidup Anda, memberikan citarasa yang berbeda bagi hidup Anda. Ketika Anda melewati rasa sakit itu, semua itu akan membawa efek kedamaian.
Ketika seseorang mendekati kematian, mereka seringkali merasa sangat menyesal dan bersalah. Itulah alasan lain bagi seseorang merasa takut akan kematian. Ketika ia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, ketika ia sadar bahwa ia telah melakukan banyak kesalahan, semua yang telah ia perbuat selama ini datng bagaikan kilatan-kilatan cahaya. Untuk itulah bagi orang yang penuh cinta kasih, ketika seseorang menjelang kematian, bantulah mereka agar meninggal dengan tenang dengan mengingatkan mereka akan hal-hal yang baik yang pernah mereka lakukan. Cntohnya bagi mereka yang mempunyai anak, kita dapat mengingatkan dia betapa mereka telah berbuat banyak buat sang anak dan juga hal-hal baik lainnya yang mereka lakukan untuk orang lain. Apapun yang ia lakukan, menanam pohon, membersihkan jalan dan lainnya.
Kedua kita dapat meminta mereka untuk membayangkan objek yang penuh damai, seperti sosok Buddha. Cobalah untuk menghalangi semua pikiran-pikiran negatif. Ketiga, bila Anda mengenal para Bhikkhu aatu pendeta, minta mereka datang dan memberikan ceramah. Walaupun selama ini orang tersebut benci akan ceramah tersebut, namun pada saat ini mereka akan mendengarkannya, bahkan dengan sungguh-sungguh, karena sudah tidak ada lagi yang dapat mereka lakukan.
Kematian Akhir
Anda lelah akan kematian dan kelahiran, dari waktu ke waktu, satu kehidupan ke kehidupan berikutnya. Satu kehidupan dimulai, kehidupan lainnya berakhir. Kita lelah akansemua ini. Lalu kita menginginkan kematian tanpa terlahir kembali.
Kematian akan mengakibatkan kelahiran karena adanya suatu keinginan atau hasrat untuk terlahir kembali. Selama anda memiliki hasrat tersebut, Anda akan terlahir kembali. Bila hasrat tersebut musnah, anda tidak akan terlahir kembali.
Itulah yang akan membawa kita pada tahap akhir pencerahan.
Kematian akhir adalah kematian dari orang yang telah mencapai pencerahan. Mereka mempunyai pemikiran seperti ini, “Baiklah, saya telah melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Tidak ada lagi yang harus saya lakukan”. Dengan pikiran seperti ini mereka dapat meninggal kapan saja. Apa yang saya lakukan sekarang mungkin sebagai pekerjaan ekstra sebagai tambahan dari pekerjaan utama saya. Pekerjaan tambahan itu adalah pelayanan kepada dunia ini.
Dalam beberapa kasusu, seseorang masih berhasrat untuk terlahir kembali. Mungkin mereka ingin terlahir di tempat yang lebih baik, jika dia hidup dalam ketentraman, mempunyai seorang istri yang ideal, mungkin dia akan berpikir, “Saya ingin bersama dengan istri saya bahkan dalam kehidupan berikutnya. Saya ingin terlahir kembali dan memiliki kehidupan yang sama seperti yang saya lalui, memiliki kesamaan emosinal, kepuasan spiritual yang membuat hidup ini sangat damai. Jadi, biarkan saya memiliki hidup seperti ini lagi.” Dengan demikian tak peduli betapa mulia orang tersebut, Ia akan memiliki kehidupan yang sama lagi, karena ia masih memiliki hasrat untuk terlahir kembali.
Bagi orang yang telah tercerahkan, mereka bahkan tidak memiliki hasrat. Mereka menyadari bahwa walaupun tercipta secara mental, semua itu adalah Sankhara (Corak-corak mental, terkondisi dan tidak kekal). Apapun jenis sankhara itu, tak peduli begitu sempurnanya itu muncul, tetap adalah tidak kekal. Lebih dari itu, seorang yang telah tercerahkan menyadari bahwa kematian mereka telah berakhir, mereka tidak akan mengalami kematian lagi. Jadi inilah kematian terakhir. Tidak akan ada lagi kelahiran, tidak ada lagi kematian. Tiada ada apapun yang melampaui hal ini. Jadi itulah yang dimaksud “Kematian Akhir”.
(Dikutip dari Majalah Bodhidharma)
Judul Asli : The Buddhist View of Death.
Interview dengan Bhante Gunaratana oleh Shramaneri Sudhamma dan Margot Born.
Disadur dan diterjemahkan oleh: Divisi Penterjemah Pusdiklat Buddhis Bodhidharma
0 comments:
Post a Comment