Seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun menderita sakit karena kelangkaan jenis darah tertentu; keluarganya mencari donor ke sana ke mari, dan mendapati bahwa hanya adik laki-lakinya yang berusia delapan tahun sajalah yang bisa menyelamatkan hidup sang kakak.
Dokter dan ibu anak tersebut meminta kepada anak laki-laki itu apakah dia bersedia mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan kakaknya. Anak lelaki tersebut meminta waktu untuk memikirkannya. Setelah merenung selama dua hari dua malam, dia berkata kepada ibunya, "Mama, sekarang saya siap!"
Mereka pun bersama-sama pergi ke rumah sakit. Dokter membaringkan anak laki-laki itu di sebelah kakaknya lalu mengambil darah dari lengannya.
Setelah di peroleh sekantong darah, dokter mengalirkan darah sang adik ke tubuh sang kakak yang terbaring lemah. Beberapa menit kemudian, sang kakak berangsur-angsur menjadi semakin segar.
Menyaksikan hal tersebut, sang adik tersenyum, lalu memanggil dokter dan menanyakan sesuatu sambil berbisik dengan harapan tidak terdengar oleh kakaknya, "Dokter, apa sekarang saya akan langsung mati?"Sang dokter pun tersentak kaget...
Anak itu rupanya tidak paham bahwa jika dia memberikan darah untuk menolong orang lain, hanyalah sebagian dari darahnya saja dan tidak membuatnya mati. Itulah sebabnya dia minta waktu untuk mempertimbangkannya apakah dia bersedia mati demi menyelamatkan hidup kakaknya...
Dalam dunia yang condong menjadi semakin sekuler dan materialis ini, kita diajarkan dan terkondisi untuk hidup dengan nilai "take and give". Setiap tindakan tak lepas dari motif perolehan, dalam satu dan lain bentuk. Secara material barangkali hal ini relatif benar, namun tak jarang nilai ini diterapkan juga dalam perjalinan hubungan kasih di antara lawan jenis, antar kawan, bahkan dalam doa-doa sekalipun.
Secara spritual, penerapan nilai "take and give", bisa menjerumuskan kita ke dalam "materialisme spiritual", yang mana hal ini hanya akan menggembungkan keakuan saja, alih-alih mereduksinya, penderitaan pun terus membayang.
Tindakan "memberi" atau "bermurah hati" merupakan salah satu pondasi spiritual, di samping moralitas. Untuk membangun spiritual yang kokoh, seyogianya kita memberi tanpa pamrih, tanpa pilih kasih, tanpa embel-embel atau imbal-imbal.
Secara umum, ada dua motivasi yang benar dalam memberi :
1. Untuk menolong pihak lain yang membutuhkan.
2. Untuk mengikis keakuan.
Sama halnya dengan "proaktivitas", tindakan memberi yang benar adalah suatu "inside-out", bukan "outside-in". Dari dalam ke luar, satu arah.
Penggalan syair sebuah lagu klasik anak-anak berikut ini merupakan sebuah inspirasi besar dalam tindakan memberi. Terima kasih kepada sang penggubah..
Kasih ibu kepada beta,
tak terhingga sepanjang masa...
hanya memberi, tak harap kembali....
Sumber : Illuminata
(Awarness Publication)
Dokter dan ibu anak tersebut meminta kepada anak laki-laki itu apakah dia bersedia mendonorkan darahnya untuk menyelamatkan kakaknya. Anak lelaki tersebut meminta waktu untuk memikirkannya. Setelah merenung selama dua hari dua malam, dia berkata kepada ibunya, "Mama, sekarang saya siap!"
Mereka pun bersama-sama pergi ke rumah sakit. Dokter membaringkan anak laki-laki itu di sebelah kakaknya lalu mengambil darah dari lengannya.
Setelah di peroleh sekantong darah, dokter mengalirkan darah sang adik ke tubuh sang kakak yang terbaring lemah. Beberapa menit kemudian, sang kakak berangsur-angsur menjadi semakin segar.
Menyaksikan hal tersebut, sang adik tersenyum, lalu memanggil dokter dan menanyakan sesuatu sambil berbisik dengan harapan tidak terdengar oleh kakaknya, "Dokter, apa sekarang saya akan langsung mati?"Sang dokter pun tersentak kaget...
Anak itu rupanya tidak paham bahwa jika dia memberikan darah untuk menolong orang lain, hanyalah sebagian dari darahnya saja dan tidak membuatnya mati. Itulah sebabnya dia minta waktu untuk mempertimbangkannya apakah dia bersedia mati demi menyelamatkan hidup kakaknya...
Dalam dunia yang condong menjadi semakin sekuler dan materialis ini, kita diajarkan dan terkondisi untuk hidup dengan nilai "take and give". Setiap tindakan tak lepas dari motif perolehan, dalam satu dan lain bentuk. Secara material barangkali hal ini relatif benar, namun tak jarang nilai ini diterapkan juga dalam perjalinan hubungan kasih di antara lawan jenis, antar kawan, bahkan dalam doa-doa sekalipun.
Secara spritual, penerapan nilai "take and give", bisa menjerumuskan kita ke dalam "materialisme spiritual", yang mana hal ini hanya akan menggembungkan keakuan saja, alih-alih mereduksinya, penderitaan pun terus membayang.
Tindakan "memberi" atau "bermurah hati" merupakan salah satu pondasi spiritual, di samping moralitas. Untuk membangun spiritual yang kokoh, seyogianya kita memberi tanpa pamrih, tanpa pilih kasih, tanpa embel-embel atau imbal-imbal.
Secara umum, ada dua motivasi yang benar dalam memberi :
1. Untuk menolong pihak lain yang membutuhkan.
2. Untuk mengikis keakuan.
Sama halnya dengan "proaktivitas", tindakan memberi yang benar adalah suatu "inside-out", bukan "outside-in". Dari dalam ke luar, satu arah.
Penggalan syair sebuah lagu klasik anak-anak berikut ini merupakan sebuah inspirasi besar dalam tindakan memberi. Terima kasih kepada sang penggubah..
Kasih ibu kepada beta,
tak terhingga sepanjang masa...
hanya memberi, tak harap kembali....
Sumber : Illuminata
(Awarness Publication)
0 comments:
Post a Comment