Hari ini kita akan membicarakan sesuatu yang disebut 'penjara'. Hal ini akan membantu kita memahami dengan lebih baik apa yang disebut 'kehidupan', sehingga kita dapat memahami Dhamma dengan lebih baik, yang akan membantu kita hidup tanpa dukkha (ketidakpuasan, sakit, kesengsaraan, penderitaan). Oleh karena itu pada hari ini kita akan membicarakan 'penjara'. Tolong persiapkan pikiran Anda untuk mendengarkan dengan seksama.
Bilamana kondisi dan tanda-tanda dari penjara timbul, di situ terdapat dukkha. Anda harus mengamati bahwa semua bentuk dan jenis dukkha memiliki karakteristik penjara di dalamnya. Karakteristik dukkha adalah memerangkap, memenjara, membelenggu, dan membuat kita mengalami kesulitan serta ketidak-nyamanan. Bila Anda mampu memahami hal ini, maka Anda akan dapat dengan lebih jelas memahami arti dari apa yang kita sebut 'upadana'. Kapanpun ada upadana, di situ ada penjara. Upadana dengan sendirinya menimbulkan kondisi keterpenjaraan.
Kapanpun ada upadana, di situ ada belenggu. Belenggu ini bisa bersifat positif maupun negatif, namun keduanya sama-sama membelenggu. Belenggu timbul karena kita menganggap dan melekat pada sesuatu sebagai 'saya' atau 'milik saya'. Ketika kita terbelenggu oleh sesuatu, kita terjebak di dalamnya, sama seperti terjebak di dalam penjara.
Semua prinsip Dhamma dalam ajaran agama Buddha dapat diringkas sebagai perihal upadana. Upadana adalah sebab dukkha, dukkha lahir dari upadana. Kita harus memahami upadana dengan baik. Untuk membuatnya mudah dipahami, kita perlu melihatnya dengan jelas sebagai penjara. Upadana adalah penjara mental, penjara spiritual. Kita mempelajari Dhamma serta mengembangkan samadhi (kestabilan dan ketenangan mental) dan vipassana (pengetahuan-terang) untuk menghancurkan upadana. Dengan kata lain, kita belajar Dhamma dan mengembangkan pikiran untuk menghancurkan penjara yang memerangkap kita.
Kita membicarakan penjara mental atau penjara spritual, namun maknanya serupa dengan penjara nyata. Penjara mental ini mirip dengan penjara fisik yang memenjara banyak orang di banyak tempat. Tetapi sekarang ini kita membicarakan penjara spiritual murni. Penjara ini sedikit aneh, atau luar biasa, karena kita tidak dapat melihat hakikatnya dengan mata daging. Bahkan yang lebih luar biasa lagi, orang-orang dengan sukarela masuk dalam penjara ini. Orang-orang malah merasa senang untuk berada di penjara spritual ini dan terkunci di dalamnya. Ini adalah aspek penjara spritual yang amat aneh.
Kebebasan adalah Keselamatan dari Penjara
Anda harus mengingat kata 'keselamatan' atau 'kebebasan' yang digunakan dalam semua agama. Tujuan akhir semua agama adalah keselamatan, atau kemerdekaan, atau istilah apapun yang cocok dalam setiap bahasa. Tetapi semua kata-kata ini memiliki makna yang sama: terselamatkan. Semua agama mengajarkan keselamatan. Jadi, sebenarnya kita diselamatkan dari apa? Kita selamat dari penjara spiritual. Yang Anda semua inginkan dan butuhkan, bahkan pada saat ini, adalah 'kebebasan' atau 'kemerdekaan,' yang arti sebenarnya hanyalah keluar dari penjara. Baik penjara fisik / material maupun penjara mental / spritual, memiliki makna yang sama. Pada dasarnya, kita menginginkan kebebasan.
Mereka yang kurang bijaksana hanya dapat melihat dan takut pada penjara fisik /material. Tetapi mereka yang memiliki kebijaksanaan (panna) untuk melihat lebih dalam, dapat mengetahui betapa lebih menakutkan dan berbahayanya penjara spiritual. Sungguh, kita dapat melihat bahwa hanya sedikit orang yang terpenjara dalam penjara biasa, sementara semua orang di dunia terperangkap dalam penjara spiritual. Contohnya, Anda semua yang duduk di sini bebas dari penjara biasa, tetapi Anda semua terpenjara dalam penjara spiritual. Yang mendorong kita untuk tertarik pada Dhamma, untuk datang dan belajar Dhamma, untuk berlatih pengembangan mental, adalah tekanan dan paksaan akibat terperangkap dalam penjara spiritual. Tidak jadi soal Anda menyadarinya atau tidak, tetapi hal ini terus memaksa Anda, apapun yang terjadi, untuk berjuang dan mencari jalan untuk keluar dari keterpenjaraan spiritual. Singkat kata, Anda semua dipaksa, sadar maupun tidak, untuk mencari kebebasan spiritual. Sehingga Anda datang kemari maupun ke tempat-tempat lain.
Walaupun kita terpenjara hanya oleh satu hal, yaitu upadana saja, namun penjara ini mempunyai bentuk yang beraneka macam. Ada banyak sekali corak dan jenis penjara. Bila kita meluangkan waktu untuk mempelajari setiap jenis penjara, maka kita dapat memahami gejala ini dengan lebih baik. Kemudian kita akan memahami upadana dengan lebih baik, dan kita juga akan lebih memahami tanha (nafsu-keinginan) dan kilesa (kekotoran mental), yang menurut ajaran Buddhis menyebabkan dukkha. Kita akan memahami persoalan dukkha bila kita juga memahami persoalan penjara dengan jelas dan menyeluruh.
Saya menyarankan Anda untuk menggunakan kata 'upadana' daripada 'kemelekatan' atau terjemahan lain karena kata-kata lain ini sering disalah-artikan. Mungkin saat ini Anda belum dapat memahami sepenuhnya, namun cobalah untuk menggunakan kata upadana untuk membiasakan mulut, pikiran, dan perasaan Anda terhadapnya. Kita harus memahami bahwa inti ajaran agama Buddha adalah untuk menghilangkan upadana. Inti ajaran agama Buddha adalah perihal menyingkirkan atau memotong upadana. Sehingga tidak ada lagi penjara, dan tidak ada lagi dukkha.
Anda harus menggunakan kata-kata kemelekatan, pemegangan, dan pelengketan, kemudian digabung untuk mendapatkan makna 'upadana'. Akan lebih baik bila kita menggunakan kata upadana karena maknanya yang lebih luas dan memungkinkan kita untuk melihat persoalan ini dengan lebih mendalam dan menyeluruh
Intisari Tunggal Agama Buddha
Upadana hanyalah sebuah kata yang sederhana namun merupakan hal yang terpenting. Jantung agama Buddha hanyalah untuk mencabut atau memotong upadana. Sehingga dukkha lenyap. Harap dipahami bahwa inilah jantung agama Buddha yang dapat ditemukan di setiap sekte dan aliran. Agama Buddha Theravada, Mahayana, Zen, Tibet, dan agama Buddha macam apapun yang Anda sukai, berbeda hanya dalam nama atau upacara dan latihan eksternal. Tetapi di dalam, semuanya sama: pemotongan upadana.
Jangan sedih, kecewa atau cemas. Jangan menyulitkan diri sendiri karena tidak dapat mempelajari semua aliran agama Buddha. Jangan khawatir bila Anda tidak dapat belajar agama Buddha di Tibet, Sri Lanka, Birma, Cina, atau di tempat lain. Anda hanya akan membuang-buang waktu saja. Hanya ada intisari tunggal atau jantung dari semuanya, yaitu untuk melenyapkan upadana. Label Theravada, Mahayana, Zen, Tibet, dan Cina hanya mencerminkan kulit luar dari apa yang tampaknya seperti jenis-jenis agama Buddha yang berbeda. Perbedaan, bila ada, hanyalah pada permukaan, hanyalah pada sekumpulan upacara dan tata-cara. Inti sebenarnya, jantung dari semua agama Buddha adalah sama di mana-mana: pencabutan dan pemotongan upadana. Jadi pelajarilah hanya satu ini. Jangan membuang waktu dengan bersedih atau berpikir bahwa Anda tidak dapat mempelajari semua jenis agama Buddha. Pelajari hanya satu hal ini, pemotongan upadana, dan itu sudah cukup.
Bila Anda ingin mengetahui agama Buddha Mahayana seperti seorang ahli, maka Anda harus pergi dan belajar bahasa Sanskerta. Anda bisa menghabiskan seumur hidup untuk mempelajari Sanskerta dan tetap tidak memahami apapun. Atau bila Anda ingin memahami Zen dengan baik, Anda harus belajar bahasa Cina. Menghabiskan seumur hidup Anda mempelajari bahasa Cina dan pada akhirnya Anda tetap tidak memahami Zen. Untuk mengetahui Vajrayana, agama Buddha Tibet, Anda harus mempelajari bahasa Tibet. Anda bisa menghabiskan seumur hidup Anda mempelajari hanya bahasanya dan tetap tidak memahami apapun. Anda belum sampai pada jantung agama Buddha. Semuanya hanyalah bentuk-bentuk luar yang timbul sebagai perkembangan baru. Pahami jantungnya dan pelajari hanya satu hal ini: pemotongan upadana. Baru kemudian Anda memahami intisari agama Buddha, baik labelnya Mahayana, Theravada, Zen, atau Vajrayana. Baik dari Cina, Jepang, Korea, atau tempat lainnya, semuanya terletak pada satu tempat: pemotongan upadana.
Bahkan dalam satu aliran agama Buddha Theravada ada berbagai macam bentuk. Ada berbagai macam cara pengolahan mental. Ada jenis meditasi dari Birma yang mengamati naik dan turunnya perut. Ada pula yang berlandaskan mantra 'Samma Araham' dan 'Buddho, Buddho,' dan banyak hal lainnya. Tetapi bila benar, jantung dari semuanya selalu berada di tempat yang sama: kebutuhan untuk melenyapkan upadana. Bila cara itu tidak sampai pada pelenyapan upadana, maka cara itu bukanlah cara yang benar, dan juga tidak ada gunanya. Mengapa kita tidak tertarik pada masalah pemotongan upadana, atau, bila kita menggunakan kiasan, mengapa kita tidak tertarik untuk menghancurkan penjara. Oleh karena itu alangkah baiknya bila kita membicarakan penjara ini.
(bersambung.... TEMUKAN DI DALAM)
Bilamana kondisi dan tanda-tanda dari penjara timbul, di situ terdapat dukkha. Anda harus mengamati bahwa semua bentuk dan jenis dukkha memiliki karakteristik penjara di dalamnya. Karakteristik dukkha adalah memerangkap, memenjara, membelenggu, dan membuat kita mengalami kesulitan serta ketidak-nyamanan. Bila Anda mampu memahami hal ini, maka Anda akan dapat dengan lebih jelas memahami arti dari apa yang kita sebut 'upadana'. Kapanpun ada upadana, di situ ada penjara. Upadana dengan sendirinya menimbulkan kondisi keterpenjaraan.
Kapanpun ada upadana, di situ ada belenggu. Belenggu ini bisa bersifat positif maupun negatif, namun keduanya sama-sama membelenggu. Belenggu timbul karena kita menganggap dan melekat pada sesuatu sebagai 'saya' atau 'milik saya'. Ketika kita terbelenggu oleh sesuatu, kita terjebak di dalamnya, sama seperti terjebak di dalam penjara.
Semua prinsip Dhamma dalam ajaran agama Buddha dapat diringkas sebagai perihal upadana. Upadana adalah sebab dukkha, dukkha lahir dari upadana. Kita harus memahami upadana dengan baik. Untuk membuatnya mudah dipahami, kita perlu melihatnya dengan jelas sebagai penjara. Upadana adalah penjara mental, penjara spiritual. Kita mempelajari Dhamma serta mengembangkan samadhi (kestabilan dan ketenangan mental) dan vipassana (pengetahuan-terang) untuk menghancurkan upadana. Dengan kata lain, kita belajar Dhamma dan mengembangkan pikiran untuk menghancurkan penjara yang memerangkap kita.
Kita membicarakan penjara mental atau penjara spritual, namun maknanya serupa dengan penjara nyata. Penjara mental ini mirip dengan penjara fisik yang memenjara banyak orang di banyak tempat. Tetapi sekarang ini kita membicarakan penjara spiritual murni. Penjara ini sedikit aneh, atau luar biasa, karena kita tidak dapat melihat hakikatnya dengan mata daging. Bahkan yang lebih luar biasa lagi, orang-orang dengan sukarela masuk dalam penjara ini. Orang-orang malah merasa senang untuk berada di penjara spritual ini dan terkunci di dalamnya. Ini adalah aspek penjara spritual yang amat aneh.
Kebebasan adalah Keselamatan dari Penjara
Anda harus mengingat kata 'keselamatan' atau 'kebebasan' yang digunakan dalam semua agama. Tujuan akhir semua agama adalah keselamatan, atau kemerdekaan, atau istilah apapun yang cocok dalam setiap bahasa. Tetapi semua kata-kata ini memiliki makna yang sama: terselamatkan. Semua agama mengajarkan keselamatan. Jadi, sebenarnya kita diselamatkan dari apa? Kita selamat dari penjara spiritual. Yang Anda semua inginkan dan butuhkan, bahkan pada saat ini, adalah 'kebebasan' atau 'kemerdekaan,' yang arti sebenarnya hanyalah keluar dari penjara. Baik penjara fisik / material maupun penjara mental / spritual, memiliki makna yang sama. Pada dasarnya, kita menginginkan kebebasan.
Mereka yang kurang bijaksana hanya dapat melihat dan takut pada penjara fisik /material. Tetapi mereka yang memiliki kebijaksanaan (panna) untuk melihat lebih dalam, dapat mengetahui betapa lebih menakutkan dan berbahayanya penjara spiritual. Sungguh, kita dapat melihat bahwa hanya sedikit orang yang terpenjara dalam penjara biasa, sementara semua orang di dunia terperangkap dalam penjara spiritual. Contohnya, Anda semua yang duduk di sini bebas dari penjara biasa, tetapi Anda semua terpenjara dalam penjara spiritual. Yang mendorong kita untuk tertarik pada Dhamma, untuk datang dan belajar Dhamma, untuk berlatih pengembangan mental, adalah tekanan dan paksaan akibat terperangkap dalam penjara spiritual. Tidak jadi soal Anda menyadarinya atau tidak, tetapi hal ini terus memaksa Anda, apapun yang terjadi, untuk berjuang dan mencari jalan untuk keluar dari keterpenjaraan spiritual. Singkat kata, Anda semua dipaksa, sadar maupun tidak, untuk mencari kebebasan spiritual. Sehingga Anda datang kemari maupun ke tempat-tempat lain.
Walaupun kita terpenjara hanya oleh satu hal, yaitu upadana saja, namun penjara ini mempunyai bentuk yang beraneka macam. Ada banyak sekali corak dan jenis penjara. Bila kita meluangkan waktu untuk mempelajari setiap jenis penjara, maka kita dapat memahami gejala ini dengan lebih baik. Kemudian kita akan memahami upadana dengan lebih baik, dan kita juga akan lebih memahami tanha (nafsu-keinginan) dan kilesa (kekotoran mental), yang menurut ajaran Buddhis menyebabkan dukkha. Kita akan memahami persoalan dukkha bila kita juga memahami persoalan penjara dengan jelas dan menyeluruh.
Saya menyarankan Anda untuk menggunakan kata 'upadana' daripada 'kemelekatan' atau terjemahan lain karena kata-kata lain ini sering disalah-artikan. Mungkin saat ini Anda belum dapat memahami sepenuhnya, namun cobalah untuk menggunakan kata upadana untuk membiasakan mulut, pikiran, dan perasaan Anda terhadapnya. Kita harus memahami bahwa inti ajaran agama Buddha adalah untuk menghilangkan upadana. Inti ajaran agama Buddha adalah perihal menyingkirkan atau memotong upadana. Sehingga tidak ada lagi penjara, dan tidak ada lagi dukkha.
Anda harus menggunakan kata-kata kemelekatan, pemegangan, dan pelengketan, kemudian digabung untuk mendapatkan makna 'upadana'. Akan lebih baik bila kita menggunakan kata upadana karena maknanya yang lebih luas dan memungkinkan kita untuk melihat persoalan ini dengan lebih mendalam dan menyeluruh
Intisari Tunggal Agama Buddha
Upadana hanyalah sebuah kata yang sederhana namun merupakan hal yang terpenting. Jantung agama Buddha hanyalah untuk mencabut atau memotong upadana. Sehingga dukkha lenyap. Harap dipahami bahwa inilah jantung agama Buddha yang dapat ditemukan di setiap sekte dan aliran. Agama Buddha Theravada, Mahayana, Zen, Tibet, dan agama Buddha macam apapun yang Anda sukai, berbeda hanya dalam nama atau upacara dan latihan eksternal. Tetapi di dalam, semuanya sama: pemotongan upadana.
Jangan sedih, kecewa atau cemas. Jangan menyulitkan diri sendiri karena tidak dapat mempelajari semua aliran agama Buddha. Jangan khawatir bila Anda tidak dapat belajar agama Buddha di Tibet, Sri Lanka, Birma, Cina, atau di tempat lain. Anda hanya akan membuang-buang waktu saja. Hanya ada intisari tunggal atau jantung dari semuanya, yaitu untuk melenyapkan upadana. Label Theravada, Mahayana, Zen, Tibet, dan Cina hanya mencerminkan kulit luar dari apa yang tampaknya seperti jenis-jenis agama Buddha yang berbeda. Perbedaan, bila ada, hanyalah pada permukaan, hanyalah pada sekumpulan upacara dan tata-cara. Inti sebenarnya, jantung dari semua agama Buddha adalah sama di mana-mana: pencabutan dan pemotongan upadana. Jadi pelajarilah hanya satu ini. Jangan membuang waktu dengan bersedih atau berpikir bahwa Anda tidak dapat mempelajari semua jenis agama Buddha. Pelajari hanya satu hal ini, pemotongan upadana, dan itu sudah cukup.
Bila Anda ingin mengetahui agama Buddha Mahayana seperti seorang ahli, maka Anda harus pergi dan belajar bahasa Sanskerta. Anda bisa menghabiskan seumur hidup untuk mempelajari Sanskerta dan tetap tidak memahami apapun. Atau bila Anda ingin memahami Zen dengan baik, Anda harus belajar bahasa Cina. Menghabiskan seumur hidup Anda mempelajari bahasa Cina dan pada akhirnya Anda tetap tidak memahami Zen. Untuk mengetahui Vajrayana, agama Buddha Tibet, Anda harus mempelajari bahasa Tibet. Anda bisa menghabiskan seumur hidup Anda mempelajari hanya bahasanya dan tetap tidak memahami apapun. Anda belum sampai pada jantung agama Buddha. Semuanya hanyalah bentuk-bentuk luar yang timbul sebagai perkembangan baru. Pahami jantungnya dan pelajari hanya satu hal ini: pemotongan upadana. Baru kemudian Anda memahami intisari agama Buddha, baik labelnya Mahayana, Theravada, Zen, atau Vajrayana. Baik dari Cina, Jepang, Korea, atau tempat lainnya, semuanya terletak pada satu tempat: pemotongan upadana.
Bahkan dalam satu aliran agama Buddha Theravada ada berbagai macam bentuk. Ada berbagai macam cara pengolahan mental. Ada jenis meditasi dari Birma yang mengamati naik dan turunnya perut. Ada pula yang berlandaskan mantra 'Samma Araham' dan 'Buddho, Buddho,' dan banyak hal lainnya. Tetapi bila benar, jantung dari semuanya selalu berada di tempat yang sama: kebutuhan untuk melenyapkan upadana. Bila cara itu tidak sampai pada pelenyapan upadana, maka cara itu bukanlah cara yang benar, dan juga tidak ada gunanya. Mengapa kita tidak tertarik pada masalah pemotongan upadana, atau, bila kita menggunakan kiasan, mengapa kita tidak tertarik untuk menghancurkan penjara. Oleh karena itu alangkah baiknya bila kita membicarakan penjara ini.
(bersambung.... TEMUKAN DI DALAM)
0 comments:
Post a Comment