NALURI ADALAH PENJARA
Penjara berikutnya yang harus kita perhatikan adalah kita hidup di bawah pengaruh naluri. Semua makhluk hidup, manusia, hewan atau tumbuhan, memiliki naluri. Naluri terus memaksa kita untuk mengikuti kebutuhan dan keinginannya. Hal ini terutama berlaku untuk naluri birahi (seksual) atau reproduksi. Seberapa kuat naluri ini mengendalikan, menyulitkan, mengaktifkan, dan memperumit kita? Perasaan birahi (seksual) dan dorongan untuk berreproduksi menekan, memaksa dan mengganggu dengan begitu mendalam; memaksa kita melalui berbagai macam kesulitan. Tetapi kita tidak dapat berhenti. Terkadang kita lebih menyukainya demikian. Anak-anak kita tumbuh dan dewasa sampai pada tahap dimana naluri birahi (seksual) matang dan kemudian mereka terperangkap dalam penjara naluri birahi (seksual).
Bahkan naluri untuk pamer dapat mengendalikan hidup kita. Banyak orang yang berpikir bahwa ini bukanlah naluri, tetapi semua hewan memilikinya. Kebutuhan untuk memamerkan, menyombongkan, dan menunjukkan diri sendiri adalah naluri. Bahkan hewan memiliki kondisi ingin memamerkan kecantikan, kekuatan, kelincahan atau apapun. Bahkan naluri yang paling gila dan menggelikan ini adalah penjara. Kita ingin memamerkan dan menyombongkan diri. Bila naluri ini bukan penjara, maka naluri ini tidak akan memaksa dan menekan kita sedikit pun. Namun, naluri ini memaksa kita untuk membeli banyak baju-baju, perhiasan, dan sepatu-sepatu yang indah! Mengapa kita harus memiliki banyak baju dan sepatu yang indah? Mengapa kita memerlukannya? (Dan maafkan saya, karena kita harus menyinggung terutama wanita.) Ada naluri untuk pamer dan ini juga merupakan sejenis penjara. Karena orang tidak dapat menahannya, mereka dipaksa untuk mengikuti naluri ini, menghabiskan banyak uang untuk berbagai jenis barang. Naluri untuk pamer adalah yang paling lucu dan menggelikan. Namun sebenarnya naluri ini tetap merupakan penjara. Orang tidak pernah memiliki cukup uang karena penjara ini. Mohon pertimbangkan dan renungkan dengan seksama contoh-contoh naluri yang telah kita bahas. Semuanya adalah penjara.
Bila kita memikirkannya dan menghitung semua pengeluaran kita, kita akan menemukan bahwa beberapa orang menghabiskan lebih banyak uang untuk pakaian, perhiasan dan menjaga kecantikan mereka daripada uang untuk makan. Lebih jauh, mereka memaksa untuk menghias dan mempercantik rumahnya, yang menambah pengeluaran mereka. Keduanya menghabiskan lebih banyak uang daripada makanan yang diperlukan untuk hidup. Kita menggunakan lebih banyak uang untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan dalam hidup daripada kita gunakan untuk kebutuhan hidup seperti makanan. Ini salah satu cara lagi untuk terperangkap dalam penjara naluri.
KEENAM INDERA ADALAH PENJARA
Berikutnya kita sampai pada penjara yang paling menyenangkan dan dekat dengan kita. Penjara ini adalah mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran: keenam ayatana, keenam media atau landasan indera. Keenamnya adalah penjara. Perhatikan dengan perlahan dan seksama. Dengarkan dengan seksama agar dapat memahami bagaimana mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran kita semuanya menjadi penjara.
Dalam bahasa Pali kita menyebut keenamnya ayatana. Akar dari kata ini memiliki arti harfiah “alat atau cara untuk berhubungan dengan dunia luar �—tempat, mekanisme, cara, atau apapun, untuk kontak atau komunikasi dengan dunia luar. Kita menyebutnya 'ayatana.' Bila Anda suka, Anda bisa menggunakan istilah Pali 'ayatana.' Kami tidak yakin bagaimana untuk menyebutnya dalam bahasa Inggris, mungkin 'landasan indera.' Keenam ayatana ini adalah penjara.
Kita memiliki upadana terhadap hidup, menyangkut diri sendiri, yang memiliki keenam indera untuk mengalami, berkomunikasi, merasakan atau menerima objek sensasi. Ketika ada upadana terhadap keenam ayatana, kita melayani ayatana, kita menjadi budaknya. Jadi kita melayani mata untuk menyenangkan mata. Kita melayani telinga untuk menyenangkan telinga. Kita melayani hidung untuk memuaskan hidung. Kita melayani lidah untuk memuaskan lidah. Kita melayani kulit dan keseluruhan indra tubuh untuk membuatnya nyaman. Kita melayani pikiran, indera mental, untuk menenangkan dan menyenangkannya. Artinya, semua perilaku kita hanya untuk menghibur ayatana. Semua yang kita lakukan hanyalah demi keenam ayatana. Kita menyerah padanya dan menjadi budaknya. Kemudian, ayatana ini memeras dan mengendalikan kita, sehingga kita tidak dapat menghindarinya. Kami menyebut ini 'terperangkap dalam penjara ayatana.'
Pikirkanlah apakah ada orang, termasuk yang di sini, yang tidak menghamba dalam melayani ayatana ini. Dan bukankah anda melayaninya dengan senang hati? Anda bekerja keras, dan jungkir balik berusaha untuk melayaninya, selalu mencari cara untuk membuat mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran nyaman dan senang, dengan cara yang terbaik. Jadi kita harus mengakui bahwa kita adalah budak. Mereka yang kurang bijaksana sudah pasti menjadi budak dari ayatana, selalu terperangkap dalam penjara ayatana. Melalui latihan yang benar dan berhasil dari perhatian penuh terhadap pernapasan, kita dapat lepas dari penjara. Bila kita berlatih anapanasati dengan tidak benar dan tidak sempurna, kita akan tetap terperangkap dalam penjara ayatana untuk waktu yang entah berapa lamanya.
TAHAYUL ADALAH PENJARA.
Untuk penjara berikutnya, kami ingin menyingung perasaan tertipu oleh apa yang disebut 'saiyasatr.'
saiya artinya 'tidur.' Satr (dari Sansekerta berarti sastra, pengetahuan, senjata) berarti 'ilmu pengetahuan' dan digunakan seperti akhiran 'logi.' Gabungannya berarti 'tidurlogi' atau 'ilmu pengetahuan mengantuk.'
Semua formalitas dan kepercayaan tahayul adalah saiyasatr. Semakin tebal seseorang memiliki kegelapan batin, semakin ia kurang memiliki pengetahuan benar, dan semakin terperangkap ia dalam penjara tahayul. Sekarang pendidikan dan ilmu pengetahuan (vidayasatr) sudah lebih maju, yang membawa kita pada pengertian yang lebih baik terhadap kebenaran alam dan terhadap semua hal lainnya.
Vidayasatr dari kata vidya, 'pengetahuan, ilmu pengetahuan,' dan sastra.
Namun, tetap ada banyak perangkap dalam penjara-penjara tahayul. Ini adalah masalah pribadi. Beberapa terperangkap amat kuat sedangkan yang lain tidak. Orang–orang terperangkap pada derajat dan cara yang berbeda tetapi kita dapat mengatakan bahwa tetap ada orang yang terperangkap dalam penjara saiyasatr, terperangkap oleh tahayul.
Walaupun pada umumnya tahayul sudah banyak yang lenyap karena pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, namun masih ada sedikit saiyasatr yang tertinggal di vihara dan gereja. Kami mohon maaf karena berkata demikian, namun tempat dimana kita dapat menemukan tahayul paling banyak adalah di dalam gereja, vihara dan tempat-tempat ibadah lainnya. Walaupun tahayul sudah berkurang, namun tetap ada banyak yang tertinggal di tempat-tempat demikian. Dimana ada altar, disitu ada orang-orang yang membungkuk dan menyembah apa yang disebut benda suci dan keramat, di sanalah tempat 'ilmu orang yang tidur' berada. Tahayul, saiyasatr, ditujukan untuk orang yang sedang tertidur, yang tidak memahami dengan benar dan mereka yang bodoh. Kita diajari hal-hal ini ketika kita masih kecil, ketika kita belum memiliki akal dan kemampuan untuk merasionya. Anak-anak percaya apapun yang diberitahukan, sehingga 'orang dewasa' mengajarkan banyak tahayul pada mereka. Bila anda masih percaya bahwa tiga belas adalah angka sial, inilah saiyasatr. Anda masih tidur. Masih banyak contoh lain dari tahayul, tetapi lebih baik tidak usah kita sebutkan. Beberapa orang mungkin akan tersinggung. Hal-hal semacam ini adalah penjara. Mengapa kita tidak berusaha untuk melihat dengan seksama bahwa tahayul adalah penjara. Bahkan angka '13' pun menjadi penjara.
INSTITUSI KERAMAT ADALAH PENJARA
Kita akan melanjutkan dengan institusi atau lembaga yang suci dan keramat, atau terkenal dan ternama; atau yang kabarnya sangat elit dan bergengsi sehingga siapapun yang menjadi anggotanya menjadi bergengsi pula. Ada banyak tempat dan institusi demikian. Begitu seseorang mendaftar sebagai anggota asosiasi itu atau organisasi ini, institusi ini atau lembaga itu, mereka mulai mendapatkan pemikiran dan perasaan 'bergengsi' ini. Mereka mulai merasakan bahwa 'kita lebih baik dari mereka' atau ' kita adalah yang benar dan yang lain itu bodoh.' Mereka memegang dan melekat tanpa pertimbangan atau pemikiran kritis sedikit pun. Dengan cara demikian, institusi itu menjadi sebuah penjara. Oleh karena itu kami mohon Anda jangan berpikir bahwa Suan Mokkh adalah institusi yang suci atau penuh mukjizat, bila Anda berpikir demikian, Suan Mokkh akan menjadi penjara. Mohon jangan mengubah Suan Mokkh menjadi penjara Anda.
Suan Mokh adalah nama tempat tinggal Bhikkhu Buddhadasa
Anda harus berpikir bebas, memeriksa dengan seksama, mengevaluasi dengan kritis. Pahami dan percayai hanya apa yang benar-benar bermanfaat. Jangan terpenjara dalam institusi yang bergengsi atau terkenal.
GURU ADALAH PENJARA
Sekarang kita sampai pada penjara yang disebut 'ajahn' (guru, master), guru-guru terkenal yang namanya sering disebut-sebut. Di Myanmar ada istilah 'Sayadaw Ini,' di Sri Lanka ada 'Ajahn Itu,' di Tibet ada 'Lama Ini,' di Cina ada 'Master entah siapa.' Setiap tempat memiliki guru terkenalnya sendiri yang namanya melambung ke mana-mana. Baik nasional, regional, propinsi, atau lokal, setiap tempat memiliki Guru Besarnya. Kemudian orang-orang melekat pada gurunya sebagai satu-satunya guru yang benar. Guru mereka yang benar dan guru lain salah sama sekali. Mereka menolak untuk mendengar guru orang lain. Dan mereka tidak berpikir mengenainya, mereka tidak memeriksa ajaran Ajahn mereka sendiri. Mereka terperangkap dalam 'Penjara Guru.' Mereka mengubah guru menjadi penjara, dan mereka terperangkap dalamnya. Ini adalah kemelekatan yang benar-benar menggelikan. Baik guru besar atau guru kecil, semuanya upadana yang sama. Mereka terus membangun penjara dari guru mereka. Mohon jangan terperangkap bahkan dalam penjara ini.
BENDA SUCI ADALAH PENJARA
Penjara berikutnya adalah kitab suci, yang dapat kita temukan dimana-mana. Bagi orang-orang yang tidak begitu bijaksana, benda-benda ini sangat dilekati dan dianggap 'suci.' Benda-benda ini bahkan menjadi pengganti Tuhan. Bahkan hanya dengan membawa kitab suci dianggap sama dengan benar-benar mendapatkan pertolongan. Akibatnya terdapat banyak sekali benda-benda suci: relik-relik keramat, air suci, dan semua jenis benda keramat. Berhati-hatilah dengan istilah 'suci' ini. Kata ini akan menjadi penjara bahkan sebelum anda sadari. Semakin suci sesuatu, semakin ia memenjara. Waspadalah terhadap apa yang disebut 'keramat' atau 'suci.'
Anda harus tahu bahwa tidak ada yang lebih keramat daripada hukum idappaccayata (hukum pengkondisian), kesucian tertinggi di atas segalanya. Hal lainnya suci dikarenakan asumsi atau apa yang dikarang orang, yang artinya suci melalui upadana. Dimana ada kesucian melalui upadana, kesucian itu adalah penjara. Hukum idappaccayata suci dengan sendirinya, tanpa memerlukan kemelekatan apapun. Tidak dibutuhkan upadana. Hukum ini mengendalikan semuanya dan suci dengan sendirinya. Mohon jangan terperangkap dalam penjara benda-benda suci. Jangan membuat benda-benda keramat menjadi penjara bagi diri sendiri.
(bersambung... Kebaikan adalah Penjara)
Penjara berikutnya yang harus kita perhatikan adalah kita hidup di bawah pengaruh naluri. Semua makhluk hidup, manusia, hewan atau tumbuhan, memiliki naluri. Naluri terus memaksa kita untuk mengikuti kebutuhan dan keinginannya. Hal ini terutama berlaku untuk naluri birahi (seksual) atau reproduksi. Seberapa kuat naluri ini mengendalikan, menyulitkan, mengaktifkan, dan memperumit kita? Perasaan birahi (seksual) dan dorongan untuk berreproduksi menekan, memaksa dan mengganggu dengan begitu mendalam; memaksa kita melalui berbagai macam kesulitan. Tetapi kita tidak dapat berhenti. Terkadang kita lebih menyukainya demikian. Anak-anak kita tumbuh dan dewasa sampai pada tahap dimana naluri birahi (seksual) matang dan kemudian mereka terperangkap dalam penjara naluri birahi (seksual).
Bahkan naluri untuk pamer dapat mengendalikan hidup kita. Banyak orang yang berpikir bahwa ini bukanlah naluri, tetapi semua hewan memilikinya. Kebutuhan untuk memamerkan, menyombongkan, dan menunjukkan diri sendiri adalah naluri. Bahkan hewan memiliki kondisi ingin memamerkan kecantikan, kekuatan, kelincahan atau apapun. Bahkan naluri yang paling gila dan menggelikan ini adalah penjara. Kita ingin memamerkan dan menyombongkan diri. Bila naluri ini bukan penjara, maka naluri ini tidak akan memaksa dan menekan kita sedikit pun. Namun, naluri ini memaksa kita untuk membeli banyak baju-baju, perhiasan, dan sepatu-sepatu yang indah! Mengapa kita harus memiliki banyak baju dan sepatu yang indah? Mengapa kita memerlukannya? (Dan maafkan saya, karena kita harus menyinggung terutama wanita.) Ada naluri untuk pamer dan ini juga merupakan sejenis penjara. Karena orang tidak dapat menahannya, mereka dipaksa untuk mengikuti naluri ini, menghabiskan banyak uang untuk berbagai jenis barang. Naluri untuk pamer adalah yang paling lucu dan menggelikan. Namun sebenarnya naluri ini tetap merupakan penjara. Orang tidak pernah memiliki cukup uang karena penjara ini. Mohon pertimbangkan dan renungkan dengan seksama contoh-contoh naluri yang telah kita bahas. Semuanya adalah penjara.
Bila kita memikirkannya dan menghitung semua pengeluaran kita, kita akan menemukan bahwa beberapa orang menghabiskan lebih banyak uang untuk pakaian, perhiasan dan menjaga kecantikan mereka daripada uang untuk makan. Lebih jauh, mereka memaksa untuk menghias dan mempercantik rumahnya, yang menambah pengeluaran mereka. Keduanya menghabiskan lebih banyak uang daripada makanan yang diperlukan untuk hidup. Kita menggunakan lebih banyak uang untuk barang-barang yang tidak dibutuhkan dalam hidup daripada kita gunakan untuk kebutuhan hidup seperti makanan. Ini salah satu cara lagi untuk terperangkap dalam penjara naluri.
KEENAM INDERA ADALAH PENJARA
Berikutnya kita sampai pada penjara yang paling menyenangkan dan dekat dengan kita. Penjara ini adalah mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran: keenam ayatana, keenam media atau landasan indera. Keenamnya adalah penjara. Perhatikan dengan perlahan dan seksama. Dengarkan dengan seksama agar dapat memahami bagaimana mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan pikiran kita semuanya menjadi penjara.
Dalam bahasa Pali kita menyebut keenamnya ayatana. Akar dari kata ini memiliki arti harfiah “alat atau cara untuk berhubungan dengan dunia luar �—tempat, mekanisme, cara, atau apapun, untuk kontak atau komunikasi dengan dunia luar. Kita menyebutnya 'ayatana.' Bila Anda suka, Anda bisa menggunakan istilah Pali 'ayatana.' Kami tidak yakin bagaimana untuk menyebutnya dalam bahasa Inggris, mungkin 'landasan indera.' Keenam ayatana ini adalah penjara.
Kita memiliki upadana terhadap hidup, menyangkut diri sendiri, yang memiliki keenam indera untuk mengalami, berkomunikasi, merasakan atau menerima objek sensasi. Ketika ada upadana terhadap keenam ayatana, kita melayani ayatana, kita menjadi budaknya. Jadi kita melayani mata untuk menyenangkan mata. Kita melayani telinga untuk menyenangkan telinga. Kita melayani hidung untuk memuaskan hidung. Kita melayani lidah untuk memuaskan lidah. Kita melayani kulit dan keseluruhan indra tubuh untuk membuatnya nyaman. Kita melayani pikiran, indera mental, untuk menenangkan dan menyenangkannya. Artinya, semua perilaku kita hanya untuk menghibur ayatana. Semua yang kita lakukan hanyalah demi keenam ayatana. Kita menyerah padanya dan menjadi budaknya. Kemudian, ayatana ini memeras dan mengendalikan kita, sehingga kita tidak dapat menghindarinya. Kami menyebut ini 'terperangkap dalam penjara ayatana.'
Pikirkanlah apakah ada orang, termasuk yang di sini, yang tidak menghamba dalam melayani ayatana ini. Dan bukankah anda melayaninya dengan senang hati? Anda bekerja keras, dan jungkir balik berusaha untuk melayaninya, selalu mencari cara untuk membuat mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran nyaman dan senang, dengan cara yang terbaik. Jadi kita harus mengakui bahwa kita adalah budak. Mereka yang kurang bijaksana sudah pasti menjadi budak dari ayatana, selalu terperangkap dalam penjara ayatana. Melalui latihan yang benar dan berhasil dari perhatian penuh terhadap pernapasan, kita dapat lepas dari penjara. Bila kita berlatih anapanasati dengan tidak benar dan tidak sempurna, kita akan tetap terperangkap dalam penjara ayatana untuk waktu yang entah berapa lamanya.
TAHAYUL ADALAH PENJARA.
Untuk penjara berikutnya, kami ingin menyingung perasaan tertipu oleh apa yang disebut 'saiyasatr.'
saiya artinya 'tidur.' Satr (dari Sansekerta berarti sastra, pengetahuan, senjata) berarti 'ilmu pengetahuan' dan digunakan seperti akhiran 'logi.' Gabungannya berarti 'tidurlogi' atau 'ilmu pengetahuan mengantuk.'
Semua formalitas dan kepercayaan tahayul adalah saiyasatr. Semakin tebal seseorang memiliki kegelapan batin, semakin ia kurang memiliki pengetahuan benar, dan semakin terperangkap ia dalam penjara tahayul. Sekarang pendidikan dan ilmu pengetahuan (vidayasatr) sudah lebih maju, yang membawa kita pada pengertian yang lebih baik terhadap kebenaran alam dan terhadap semua hal lainnya.
Vidayasatr dari kata vidya, 'pengetahuan, ilmu pengetahuan,' dan sastra.
Namun, tetap ada banyak perangkap dalam penjara-penjara tahayul. Ini adalah masalah pribadi. Beberapa terperangkap amat kuat sedangkan yang lain tidak. Orang–orang terperangkap pada derajat dan cara yang berbeda tetapi kita dapat mengatakan bahwa tetap ada orang yang terperangkap dalam penjara saiyasatr, terperangkap oleh tahayul.
Walaupun pada umumnya tahayul sudah banyak yang lenyap karena pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, namun masih ada sedikit saiyasatr yang tertinggal di vihara dan gereja. Kami mohon maaf karena berkata demikian, namun tempat dimana kita dapat menemukan tahayul paling banyak adalah di dalam gereja, vihara dan tempat-tempat ibadah lainnya. Walaupun tahayul sudah berkurang, namun tetap ada banyak yang tertinggal di tempat-tempat demikian. Dimana ada altar, disitu ada orang-orang yang membungkuk dan menyembah apa yang disebut benda suci dan keramat, di sanalah tempat 'ilmu orang yang tidur' berada. Tahayul, saiyasatr, ditujukan untuk orang yang sedang tertidur, yang tidak memahami dengan benar dan mereka yang bodoh. Kita diajari hal-hal ini ketika kita masih kecil, ketika kita belum memiliki akal dan kemampuan untuk merasionya. Anak-anak percaya apapun yang diberitahukan, sehingga 'orang dewasa' mengajarkan banyak tahayul pada mereka. Bila anda masih percaya bahwa tiga belas adalah angka sial, inilah saiyasatr. Anda masih tidur. Masih banyak contoh lain dari tahayul, tetapi lebih baik tidak usah kita sebutkan. Beberapa orang mungkin akan tersinggung. Hal-hal semacam ini adalah penjara. Mengapa kita tidak berusaha untuk melihat dengan seksama bahwa tahayul adalah penjara. Bahkan angka '13' pun menjadi penjara.
INSTITUSI KERAMAT ADALAH PENJARA
Kita akan melanjutkan dengan institusi atau lembaga yang suci dan keramat, atau terkenal dan ternama; atau yang kabarnya sangat elit dan bergengsi sehingga siapapun yang menjadi anggotanya menjadi bergengsi pula. Ada banyak tempat dan institusi demikian. Begitu seseorang mendaftar sebagai anggota asosiasi itu atau organisasi ini, institusi ini atau lembaga itu, mereka mulai mendapatkan pemikiran dan perasaan 'bergengsi' ini. Mereka mulai merasakan bahwa 'kita lebih baik dari mereka' atau ' kita adalah yang benar dan yang lain itu bodoh.' Mereka memegang dan melekat tanpa pertimbangan atau pemikiran kritis sedikit pun. Dengan cara demikian, institusi itu menjadi sebuah penjara. Oleh karena itu kami mohon Anda jangan berpikir bahwa Suan Mokkh adalah institusi yang suci atau penuh mukjizat, bila Anda berpikir demikian, Suan Mokkh akan menjadi penjara. Mohon jangan mengubah Suan Mokkh menjadi penjara Anda.
Suan Mokh adalah nama tempat tinggal Bhikkhu Buddhadasa
Anda harus berpikir bebas, memeriksa dengan seksama, mengevaluasi dengan kritis. Pahami dan percayai hanya apa yang benar-benar bermanfaat. Jangan terpenjara dalam institusi yang bergengsi atau terkenal.
GURU ADALAH PENJARA
Sekarang kita sampai pada penjara yang disebut 'ajahn' (guru, master), guru-guru terkenal yang namanya sering disebut-sebut. Di Myanmar ada istilah 'Sayadaw Ini,' di Sri Lanka ada 'Ajahn Itu,' di Tibet ada 'Lama Ini,' di Cina ada 'Master entah siapa.' Setiap tempat memiliki guru terkenalnya sendiri yang namanya melambung ke mana-mana. Baik nasional, regional, propinsi, atau lokal, setiap tempat memiliki Guru Besarnya. Kemudian orang-orang melekat pada gurunya sebagai satu-satunya guru yang benar. Guru mereka yang benar dan guru lain salah sama sekali. Mereka menolak untuk mendengar guru orang lain. Dan mereka tidak berpikir mengenainya, mereka tidak memeriksa ajaran Ajahn mereka sendiri. Mereka terperangkap dalam 'Penjara Guru.' Mereka mengubah guru menjadi penjara, dan mereka terperangkap dalamnya. Ini adalah kemelekatan yang benar-benar menggelikan. Baik guru besar atau guru kecil, semuanya upadana yang sama. Mereka terus membangun penjara dari guru mereka. Mohon jangan terperangkap bahkan dalam penjara ini.
BENDA SUCI ADALAH PENJARA
Penjara berikutnya adalah kitab suci, yang dapat kita temukan dimana-mana. Bagi orang-orang yang tidak begitu bijaksana, benda-benda ini sangat dilekati dan dianggap 'suci.' Benda-benda ini bahkan menjadi pengganti Tuhan. Bahkan hanya dengan membawa kitab suci dianggap sama dengan benar-benar mendapatkan pertolongan. Akibatnya terdapat banyak sekali benda-benda suci: relik-relik keramat, air suci, dan semua jenis benda keramat. Berhati-hatilah dengan istilah 'suci' ini. Kata ini akan menjadi penjara bahkan sebelum anda sadari. Semakin suci sesuatu, semakin ia memenjara. Waspadalah terhadap apa yang disebut 'keramat' atau 'suci.'
Anda harus tahu bahwa tidak ada yang lebih keramat daripada hukum idappaccayata (hukum pengkondisian), kesucian tertinggi di atas segalanya. Hal lainnya suci dikarenakan asumsi atau apa yang dikarang orang, yang artinya suci melalui upadana. Dimana ada kesucian melalui upadana, kesucian itu adalah penjara. Hukum idappaccayata suci dengan sendirinya, tanpa memerlukan kemelekatan apapun. Tidak dibutuhkan upadana. Hukum ini mengendalikan semuanya dan suci dengan sendirinya. Mohon jangan terperangkap dalam penjara benda-benda suci. Jangan membuat benda-benda keramat menjadi penjara bagi diri sendiri.
(bersambung... Kebaikan adalah Penjara)
0 comments:
Post a Comment