Pada bagian pertama Sutra Ksitigarbha Bodhisattva Purva Pranidhana ini terdapat sub bagian yang berjudul Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam, Pertemuan Badan-badan Jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva, Pengamatan atas Karma Mahluk Hidup serta Sebab Akibatnya dan Hukum Karma Mahluk-makhluk Jambudvipa. Berikut penjelasannya:
Pada Bagian ini diceritakan pada suatu ketika dimana Sang Buddha sedang berkhotbah kepada Ibu-Nya di Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam dan semua Buddha dan Bodhisattva Mahasattva berkumpul, Sang Buddha bersabda mengenai seba utama apa, melakukan ibadat bagaimana, menyatakan tekad apa, yang itu semua berhasil dicapai oleh Ksitigarbha Bodhisattva. Sang Buddha menceritakan tentang seorang Putri Brahmana yang memiliki ibu yang menganut ajaran sesat dan suka menfitnah Triratna, Putri Brahmana tersebut dengan berbagai cara yang terampil menasehati ibunya, akan tetapi belum ibunya percaya sepenuhnya, ia meninggal dunia dan arwahnya jatuh ke Neraka Avici. Putri Brahmana tesebut tahu akan ibunya yang tidak percaya terhadap hukum karma dan ia tahu ibunya niscaya jatuh kealam sengsara. Secepat mungkin ia menjual rumahnya, lalu ia tukar dengan dupa, bunga, alat pujaan lain dan dipersembahkannya alat pujaan tersebut ke vihara-vihara sambil mengadakan puja bhakti. Karena perbuatan baik Putri Brahmana tersebut, ibunya dilahirkan di Surga dan penghuni Neraka Avici lainnya pun mendapat kebebasan dan dilahirkan di Surga. Ketahuilah, bahwa Putri Brahmana tersebut sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha
Di Istana Trayastrimsa tersebut berkumpul bada-badan jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva, Sang Buddha bersabda tentang susah payahnya Sang Buddha menolong berbagai mahluk hidup agar mereka terbebas dari dukkha dan supaya mahluk hidup yang berada di dunia Saha hingga pada masa Maitreya Bodhisattva lahir, semuanya terbebas dari penderitaan. Ketika itu semua jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva dari berbagai dunia dan sejak berkalpa-kalpa yang lalu bersatu menjadi tubuh asalnya dan memberi penghormatan dengan perasaan terharu dan berlinangan air mata terhadap Sang Buddha Sakyamuni.
Ibu Mahamaya beradara memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan bertanya mengenai hukum karma para mahluk dari dunia Jambudvipa. Bodhisattva Ksitigarbha menjelaskan hukuman terberat dari Neraka adalah apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya. Selain itu, berani melukai badan Buddha atau menfitnah Triratna, tidak menghormati Kitab Suci, menyakiti Bhiksu, berani menodai Bhiksuni, melakukan perbuatan dursila di vihara atau berani membunuh mahluk bernyawa di vihara, menyamar sebagai sramana dan ia memboroskan atau mencuri harta benda milik Sangha, menipu kulapati, melanggar Vinaya, dan melakukan bermacam-macam karma buruk. Hukuman untuk karma seperti itu adalah akan terjerumus ke Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, sulit memperoleh kesempatan keluar dari situ dan tidak dapat mohon istirahat sesaat pun, menderita terus tak berkesudahan. Neraka Avici adalah neraka terbesar dari jutaan buah neraka yang kelilingnya ± 8 juta yojana, semua dilengkapi tembok besi membara dasyat 10 ribu yojana dan semua berada di Gunung Cakravada, Neraka Avici kelilingnya 18 ribu yojana. Hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Anantarya yang sebagian besar merupakan hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Avici; antara lain :
1. mendapat penderitaan siang malam tiada henti selama berkalpa-kalpa tiada terputus
2. berapa pun jumlah orang hukuman, akan terasa sesak padat
3. tiada yang dapat menghindar dari suatu hukuman, baik siksaan garpu tajam, binatang bertubuh besi seperti garuda, ular, serigala, anjing, atau lesung serta alu panas menumbuk tubuh, atau tubuhnya dilindah, digergaji, dipahat, dikikir, atau diiris-iris menjadi berkeping-keping, atau dimasukan keperiuk besi berisi air mendidih, atau dipaksa menaiki keledai atau kuda besi yang panas lalu dibakar dan jika lapar diberi makan peluru besi dan jika haus diberi minum cairan besi.
4. tiada satu alasan pun untuk meringankan hukuman, baik wanita atau lelaki, minoritas atau mayoritas, lanjut usia atau muda belia, bangsawan atau hina dina, naga atau mahluk suci, dewa atau setan. Siapa saja yang mempunyai karma berat harus menerima hukumannya.
5. selama hukuman belum habis, akan berulang kali tumimbal lahir
Keadaan Neraka Avici rumit sekali dan sulit diterangkan. Setelah mendengarkan penjelasan Bodhisatva Ksitigarbha, Ibu Mahamaya merasa cemas dan sedih!, dan kembali beradara kepada Bodhisatva Ksitigarbha.
Disana Sang Buddha banyak bersabda dan bercerita mengenai kisah-kisah yang menjadi panutan bagi mahluk hidup. Salah satu kisahnya adalah kisah seorang Putri Jyotinetra yang bermula saat ia bertemu dengan Arahat dan menyediakan makanan untuk memuja Arahat tersebut, lalu Arahat tersebut bertanya kepada siapa jasa-jasa Putri tersebut akan disalurkan ?. Putri Jyotinetra menjelaskan akan menyalurkan kepada ibunya yang telah meninggal dunia. Putri tersebut menjelaskan bahwa ibunya gemar sekali makan anak ikan dan labi-labi (sejenis mahluk bernyawa) yang digoreng atau dimasak dengan sayur, hingga banyaknya ± 10 juta kali nyawanya. Sang Arahat dengan perasaan welas asih menjelaskan dengan menyebut nama Buddha dengan sepenuh hati dan mengadakan puja bhakti di depan Buddharupang akan melindungi yang telah meninggal maupun yang masih hidup. Setelah itu Putri Jyotinetra segera menjual semua barang kesayangannya untuk mendapatkan gambar Buddha Suddhapadmanetra dan dipujanya dengan hikmat, karena terharu ia pun menangis. Saat ia tidur, tiba-tiba ia bermimpi melihat Buddha yang amat besar dan memancarkan sinar keemasan dan bersabda akan kelahiran kembali ibunya dari alam sengsara di rumahnya.
Beberapa lama kemudian seorang Pramuwisma yang sedang mengandung melahirkan seorang bayi laki-laki, ketika bayi itu melihat putri Jyotinetra lalu ia menangis dan menjelaskan bahwa ia adalah ibunya yang baru saja terjerumus ke alam kesedihan karena melakukan 2 karma berat yaitu pembunuhan dan ucapan kotor serta menfitnah, dan karena jasa-jasa anaknya tersebut ia tidak dapat keluar dari kesengsaraan yang amat menyedihkan dan sulit diceritakan. Mendengar itu Putri Jyotinetra menangis dan ia berikrar akan memberikan nadir utamanya kepada Sang Buddha yang berada di sepuluh penjuru jagad. Perlu diketahui Putri Jyotinetra tidak lain adalah Bodhisattva Ksitigarbha. Ketika itu Sang Buddha juga menjelaskan tentang hukum karma yang menjelaskan seandainya terdapat umat yang sengaja melakukan pembunuhan akan mengakibatkan usia pendek atau mati muda; yang melakukan pencurian akan mengakibatkan kemiskinan dan sengsara; yang melakukan perbuatan dursila akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di alam unggas; yang melakukan ucapan kasar akan mengakibatkan rumah tangganya tidak harmonis; yang melakukan fitnahan akan mengakibatkan bisu atau penyakit mulut menahun; yang senang marah atau membenci akan mengakibatkan cacat dan berparas jelek; yang suka berburu akan mati ketakutan, yang durhaka kepada orang tuanya akan terkena bencana alam; yang suka menangkap anak binatang akan terpisah dan terpencar jauh dari sanak saudaranya; menfitnah Sangha akan buta, tuli, bisu; menghina Buddha Dharma akan lama dihukum di alam sengsara; yang menodai Sangha dan mengotori tempat suci akan dilahirkan di alam binatang; dan masih banyak lagi. Demikianlah hukum karma, namun Ksitigarbha Bodhisattva tetap ulet terus menerus berusaha dengan segala cara yang terampil untuk menyelamatkan mereka mencapai pembebasan.
Pada Bagian ini diceritakan pada suatu ketika dimana Sang Buddha sedang berkhotbah kepada Ibu-Nya di Istana Trayastrimsa Varga Rddhidhi Jnanam dan semua Buddha dan Bodhisattva Mahasattva berkumpul, Sang Buddha bersabda mengenai seba utama apa, melakukan ibadat bagaimana, menyatakan tekad apa, yang itu semua berhasil dicapai oleh Ksitigarbha Bodhisattva. Sang Buddha menceritakan tentang seorang Putri Brahmana yang memiliki ibu yang menganut ajaran sesat dan suka menfitnah Triratna, Putri Brahmana tersebut dengan berbagai cara yang terampil menasehati ibunya, akan tetapi belum ibunya percaya sepenuhnya, ia meninggal dunia dan arwahnya jatuh ke Neraka Avici. Putri Brahmana tesebut tahu akan ibunya yang tidak percaya terhadap hukum karma dan ia tahu ibunya niscaya jatuh kealam sengsara. Secepat mungkin ia menjual rumahnya, lalu ia tukar dengan dupa, bunga, alat pujaan lain dan dipersembahkannya alat pujaan tersebut ke vihara-vihara sambil mengadakan puja bhakti. Karena perbuatan baik Putri Brahmana tersebut, ibunya dilahirkan di Surga dan penghuni Neraka Avici lainnya pun mendapat kebebasan dan dilahirkan di Surga. Ketahuilah, bahwa Putri Brahmana tersebut sekarang adalah Bodhisattva Ksitigarbha
Di Istana Trayastrimsa tersebut berkumpul bada-badan jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva, Sang Buddha bersabda tentang susah payahnya Sang Buddha menolong berbagai mahluk hidup agar mereka terbebas dari dukkha dan supaya mahluk hidup yang berada di dunia Saha hingga pada masa Maitreya Bodhisattva lahir, semuanya terbebas dari penderitaan. Ketika itu semua jelmaan Ksitigarbha Bodhisattva dari berbagai dunia dan sejak berkalpa-kalpa yang lalu bersatu menjadi tubuh asalnya dan memberi penghormatan dengan perasaan terharu dan berlinangan air mata terhadap Sang Buddha Sakyamuni.
Ibu Mahamaya beradara memberi hormat kepada Bodhisattva Ksitigarbha dan bertanya mengenai hukum karma para mahluk dari dunia Jambudvipa. Bodhisattva Ksitigarbha menjelaskan hukuman terberat dari Neraka adalah apabila terdapat seorang anak durhaka yang tidak pernah mematuhi orang tuanya, bahkan ia berani membunuh orang tuanya. Selain itu, berani melukai badan Buddha atau menfitnah Triratna, tidak menghormati Kitab Suci, menyakiti Bhiksu, berani menodai Bhiksuni, melakukan perbuatan dursila di vihara atau berani membunuh mahluk bernyawa di vihara, menyamar sebagai sramana dan ia memboroskan atau mencuri harta benda milik Sangha, menipu kulapati, melanggar Vinaya, dan melakukan bermacam-macam karma buruk. Hukuman untuk karma seperti itu adalah akan terjerumus ke Neraka Avici dan masa hukumannya hingga jutaan koti kalpa, sulit memperoleh kesempatan keluar dari situ dan tidak dapat mohon istirahat sesaat pun, menderita terus tak berkesudahan. Neraka Avici adalah neraka terbesar dari jutaan buah neraka yang kelilingnya ± 8 juta yojana, semua dilengkapi tembok besi membara dasyat 10 ribu yojana dan semua berada di Gunung Cakravada, Neraka Avici kelilingnya 18 ribu yojana. Hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Anantarya yang sebagian besar merupakan hukum karma yang berkaitan dengan Neraka Avici; antara lain :
1. mendapat penderitaan siang malam tiada henti selama berkalpa-kalpa tiada terputus
2. berapa pun jumlah orang hukuman, akan terasa sesak padat
3. tiada yang dapat menghindar dari suatu hukuman, baik siksaan garpu tajam, binatang bertubuh besi seperti garuda, ular, serigala, anjing, atau lesung serta alu panas menumbuk tubuh, atau tubuhnya dilindah, digergaji, dipahat, dikikir, atau diiris-iris menjadi berkeping-keping, atau dimasukan keperiuk besi berisi air mendidih, atau dipaksa menaiki keledai atau kuda besi yang panas lalu dibakar dan jika lapar diberi makan peluru besi dan jika haus diberi minum cairan besi.
4. tiada satu alasan pun untuk meringankan hukuman, baik wanita atau lelaki, minoritas atau mayoritas, lanjut usia atau muda belia, bangsawan atau hina dina, naga atau mahluk suci, dewa atau setan. Siapa saja yang mempunyai karma berat harus menerima hukumannya.
5. selama hukuman belum habis, akan berulang kali tumimbal lahir
Keadaan Neraka Avici rumit sekali dan sulit diterangkan. Setelah mendengarkan penjelasan Bodhisatva Ksitigarbha, Ibu Mahamaya merasa cemas dan sedih!, dan kembali beradara kepada Bodhisatva Ksitigarbha.
Disana Sang Buddha banyak bersabda dan bercerita mengenai kisah-kisah yang menjadi panutan bagi mahluk hidup. Salah satu kisahnya adalah kisah seorang Putri Jyotinetra yang bermula saat ia bertemu dengan Arahat dan menyediakan makanan untuk memuja Arahat tersebut, lalu Arahat tersebut bertanya kepada siapa jasa-jasa Putri tersebut akan disalurkan ?. Putri Jyotinetra menjelaskan akan menyalurkan kepada ibunya yang telah meninggal dunia. Putri tersebut menjelaskan bahwa ibunya gemar sekali makan anak ikan dan labi-labi (sejenis mahluk bernyawa) yang digoreng atau dimasak dengan sayur, hingga banyaknya ± 10 juta kali nyawanya. Sang Arahat dengan perasaan welas asih menjelaskan dengan menyebut nama Buddha dengan sepenuh hati dan mengadakan puja bhakti di depan Buddharupang akan melindungi yang telah meninggal maupun yang masih hidup. Setelah itu Putri Jyotinetra segera menjual semua barang kesayangannya untuk mendapatkan gambar Buddha Suddhapadmanetra dan dipujanya dengan hikmat, karena terharu ia pun menangis. Saat ia tidur, tiba-tiba ia bermimpi melihat Buddha yang amat besar dan memancarkan sinar keemasan dan bersabda akan kelahiran kembali ibunya dari alam sengsara di rumahnya.
Beberapa lama kemudian seorang Pramuwisma yang sedang mengandung melahirkan seorang bayi laki-laki, ketika bayi itu melihat putri Jyotinetra lalu ia menangis dan menjelaskan bahwa ia adalah ibunya yang baru saja terjerumus ke alam kesedihan karena melakukan 2 karma berat yaitu pembunuhan dan ucapan kotor serta menfitnah, dan karena jasa-jasa anaknya tersebut ia tidak dapat keluar dari kesengsaraan yang amat menyedihkan dan sulit diceritakan. Mendengar itu Putri Jyotinetra menangis dan ia berikrar akan memberikan nadir utamanya kepada Sang Buddha yang berada di sepuluh penjuru jagad. Perlu diketahui Putri Jyotinetra tidak lain adalah Bodhisattva Ksitigarbha. Ketika itu Sang Buddha juga menjelaskan tentang hukum karma yang menjelaskan seandainya terdapat umat yang sengaja melakukan pembunuhan akan mengakibatkan usia pendek atau mati muda; yang melakukan pencurian akan mengakibatkan kemiskinan dan sengsara; yang melakukan perbuatan dursila akan mengakibatkan dirinya dilahirkan di alam unggas; yang melakukan ucapan kasar akan mengakibatkan rumah tangganya tidak harmonis; yang melakukan fitnahan akan mengakibatkan bisu atau penyakit mulut menahun; yang senang marah atau membenci akan mengakibatkan cacat dan berparas jelek; yang suka berburu akan mati ketakutan, yang durhaka kepada orang tuanya akan terkena bencana alam; yang suka menangkap anak binatang akan terpisah dan terpencar jauh dari sanak saudaranya; menfitnah Sangha akan buta, tuli, bisu; menghina Buddha Dharma akan lama dihukum di alam sengsara; yang menodai Sangha dan mengotori tempat suci akan dilahirkan di alam binatang; dan masih banyak lagi. Demikianlah hukum karma, namun Ksitigarbha Bodhisattva tetap ulet terus menerus berusaha dengan segala cara yang terampil untuk menyelamatkan mereka mencapai pembebasan.
0 comments:
Post a Comment