Ke manakah Yesus Kristus pada usia 12-30 tahun? Pertanyaan ini sudah lama menjadi misteri di kalangan kaum rohaniwan di Barat. Kisahnya diceritakan dalam berbagai versi di Perjanjian Baru dan tulisan apokrit (tulisan-tulisan yang tidak dimasukkan ke dalam kanonisasi Alkitab). Namun demikian, tak pernah disinggung tentang keberadaannya pada masa remaja hingga dewasa, tahu-tahu ia memulai misinya pada sekitar umur 30 tahun.
Para teolog sudah berusaha keras menggali dan menyelidiki Injil sebagai sumber utama dikoherensikan dengan historiografi dan naluri sejarah. Hanya sedikit perincian yang mengungkap kehidupan dan masa kecil yang diperoleh. Tercatat bahwa setelah Yesus berangkat dari Nasareth dengan orangtuanya saat usia 12 tahun, setelah itu tidak terdeteksi aktivitasnya sampai ia dibaptis oleh Johanes di sungai Yordan pada usia 30 tahun.
Tidak ada catatan yang tepat tentang keberadaan dan apa saja yang dilakukannya sebelum berusia 30 tahun. Satu sisi periode yang hilang dalam perjalanan hidup Sang Mesias. Beberapa teolog yakin bahwa Yesus masih berada di Nasareth dalam kurun waktu tahun yang hilang. Cuma memang tak ada tulisan dalam masa periode tersebut karena memang tidak ditemukan sesuatu yang layak dicatat dan didokumentasikan.
Buku ini untuk sementara barangkali mampu menjawab teka-teki tersebut. Sebuah buku yang untuk pertama kalinya memberikan bukti-bukti dan petunjuk baru mengenai satu sisi periode, tahun-tahun yang hilang dari perjalanan spiritual seorang Yesus. Beberapa informasi yang berbobot dari para jurnalis, profesor, petualang dirangkum dalam buku, yang memaparkan bukti naskah kuno di biara Himis yang menyatakan bahwa Yesus pernah berada di sana. Dilengkapi pula dokumentasi foto keberadaan Yesus.
Jawaban tersebut dikemukakan oleh Elizabeth Clare Prophet dengan mengungkapkan data-data yang cukup memberikan informasi baru yang langka tentang keberadaan Yesus. Buku yang berjudul asli The Lost Years of Jesus ini menyajikan bukti dokumenter yang terdiri dari empat kisah kesaksian dari orang yang menelusurinya. Kesaksian mereka tersimpan dalam tulisan yang sengaja dibuat untuk memberikan informasi mengenai teka-teki kehidupan Yesus yang hilang itu. Informasi terasa komplet dengan adanya background yang beragam dan saling menguatkan di antara mereka.
Disimpulkan bahwa Yesus dalam periode tahun-tahun yang hilang tersebut, sejak usia 13 tahun hingga 29 tahun, melakukan perjalanan ke dunia Timur, yakni India, Nepal, Ladakh dan Tibet. Perjalanan ini dilakukan baik sebagai murid maupun sebagai guru. Tapi ia dikenal sebagai (Nabi) Isa, bukan Yesus. “Isa diam-diam meninggalkan orang tuanya dan bersama dengan para pedagang Yerusalem menuju India untuk mempelajari hukum Buddha yang Agung,” demikian catatan awal dari sebuah dokumen yang berumur 1.500 tahun.
Bagian awal buku ini dimulai dari catatan Nicolas Notovitch. Ia adalah seorang jurnalis berkebangsaan Rusia, pada tahun 1894 menulis buku La Vie Inconnue de Jesus Christ (The Unknown Life of Jesus Christ), yang mengisahkan perjalanannya saat ia pergi ke Ladakh (Tibet Kecil) akhir tahun 1887. Notovitch menyatakan dengan tegas bahwa Yesus dalam tahun yang hilang pernah berada di India. Pernyataannya berdasarkan pada sebuah naskah kuno agama Budha berbahasa Pali yang ditemukannya di sebuah biara Himis, dekat Leh, ibukota Ladakh, juga berdasarkan keterangan para Lama, nama lain biksu di Tibet.
Karya Notovitch yang membuka kontroversi juga mendapat banyak kritikan dan anggapan pemalsuan narasi ini, dikuatkan kembali oleh seorang saksi mata pengunjung Himis, Swami Abhedananda. Ia mengatakan bahwa telah bekerja keras untuk melihat dan memeriksa kisah Notovich, dan menyatakan bahwa catatan tersebut memang benar adanya. Bahkan menurut Sister Shivani seorang murid Abhedananda pernah mengatakan bahwa “Swami pernah berbicara di panggung tentang akibat dari penginjilan Kristus yang sempat menghabiskan waktu di India bersama para filosuf Yoga di Tibet.”
Bukti lain dikemukakan oleh Nicholas Roerich, seorang anggota persatuan profesor di Imperial Archeological Institute. Ia mencatat sejarah kehidupan Isa di Timur saat ia memimpin ekspedisi melalui Asia Tengah. Ia melacak kisah Isa (nama timur untuk Yesus) melalui naskah-naskah kuno dan legenda-legenda dari berbagai bangsa dan agama yang ditemukannya. Dari beberapa naskah dan variasi legenda yang diperoleh akhirnya merujuk ke satu kesimpulan bahwa dalam kurun waktu yang hilang, Yesus berada di India dan Asia.
Tidak hanya itu beberapa tahun berselang tepatnya tahun 1939 seorang musisi dan profesor ilmu musik, Madame Caspari bersama suaminya, Charles melakukan perjalanan ke Gunung Kailas yang dipimpin oleh pemimpin agama, Clarence Gasque. Ia berhasil mengabadikan gambar yang anehnya sama dengan foto yang hilang yang pernah disaksikan dan diabadikan oleh Notovitch. Selain itu mereka mendapatkan perkamen dari daun yang diberikan oleh biksu dan pustakawan biara di Himis. Saat menyerahkan perkamen tersebut, biksu mengatakan bahwa Yesus pernah berada di Himis. Bahkan di daerah ini ditemukan catatan tentang kehidupan Yesus Kristus secara sistematis.
Banyak bukti lain yang ditemukan dalam tahun-tahun berikutnya yang semakin menguatkan keberadaan Yesus di Timur. Misalnya saja dari pengakuan Dr. Robert S. Ravics, seorang profesor antropologi yang mendengar kisah Yesus dari para warga terhormat di Himis. Juga dikuatkan kembali oleh petualang dunia Edward F. Noack yang singgah di Himis akhir tahun tujuh puluhan. Menurutnya seorang Lama di biara mengatakan bahwa ada sebuah naskah yang terkunci di ruang penyimpanan yang menggambarkan perjalanan Yesus ke Ladakh.
“Nama Isa sangat dihormati oleh Buddhisme. Tetapi hanya pemimpin Lama yang tahu banyak tentangnya, yang telah membaca naskah tentang Nabi Isa. Kami memiliki banyak Buddha seperti Isa, dan ada 84.000 naskah, tetapi hanya sedikit orang yang membaca lebih dari seribu naskah,” ujar seorang Lama Tibet. Di bagian lain dikutip catatan tentang Yesus, “Jika dibalik kehadiran Buddha terkadang sulit untuk mengakui wujud mulia dari Buddha sang Guru, maka cukup sulit untuk menemukan di pegunungan Tibet kisah tentang Kristus. Namun biara Buddhis menyimpan ajaran Kristus dan para Lama mengetahui tentang Kristus, yang dijaga dan diajarkan.”
Dalam karyanya Altai-Himalaya yang dikutip buku ini, Roerich mengatakan, “Demikianlah legenda Asia yang menceritakan gambaran tentang Yesus, begitu terkenal di hampir seluruh negeri. Dan Asia menyimpannya di pegunungan sebagai legenda. Dan tidak mengejutkan jika ajaran Yesus dan Buddha menuntun bangsa-bangsa menjadi satu keluarga. Memang indah, bahwa gagasan tentang kesatuan begitu jelas digambarkan. Dan siapa yang menentang gagasan ini? Siapa yang akan mengurangi keputusan hidup yang sederhana dan indah ini? Dan kesatuan duniawi begitu mudah bersatu dalam kesatuan besar dari seluruh dunia. Perintah Yesus dan Buddha terletak dalam satu rak. Dan tulisan kuno Sanskrit dan Pali mempersatukan semua aspirasi.”
Benarkah demikian? Memang masih banyak yang meragukan kebenaran dan keaslian berbagai bukti yang telah ditemukan oleh berbagai sumber tersebut. Sudah pasti para teolog Kristen di Barat pun menyangsikannya. Namun demikian sedikit banyak buku ini telah menyajikan, memberikan dan menyediakan satu petunjuk baru bagi penyelidikan selanjutnya. Paling tidak telah memberikan satu pemahaman baru yang cukup mengernyitkan dahi bagi tanda tanya kita mengenai perjalanan spiritual Yesus selama tahun-tahun yang hilang itu.(erabaru.or.id/Rachmat)*
Para teolog sudah berusaha keras menggali dan menyelidiki Injil sebagai sumber utama dikoherensikan dengan historiografi dan naluri sejarah. Hanya sedikit perincian yang mengungkap kehidupan dan masa kecil yang diperoleh. Tercatat bahwa setelah Yesus berangkat dari Nasareth dengan orangtuanya saat usia 12 tahun, setelah itu tidak terdeteksi aktivitasnya sampai ia dibaptis oleh Johanes di sungai Yordan pada usia 30 tahun.
Tidak ada catatan yang tepat tentang keberadaan dan apa saja yang dilakukannya sebelum berusia 30 tahun. Satu sisi periode yang hilang dalam perjalanan hidup Sang Mesias. Beberapa teolog yakin bahwa Yesus masih berada di Nasareth dalam kurun waktu tahun yang hilang. Cuma memang tak ada tulisan dalam masa periode tersebut karena memang tidak ditemukan sesuatu yang layak dicatat dan didokumentasikan.
Buku ini untuk sementara barangkali mampu menjawab teka-teki tersebut. Sebuah buku yang untuk pertama kalinya memberikan bukti-bukti dan petunjuk baru mengenai satu sisi periode, tahun-tahun yang hilang dari perjalanan spiritual seorang Yesus. Beberapa informasi yang berbobot dari para jurnalis, profesor, petualang dirangkum dalam buku, yang memaparkan bukti naskah kuno di biara Himis yang menyatakan bahwa Yesus pernah berada di sana. Dilengkapi pula dokumentasi foto keberadaan Yesus.
Jawaban tersebut dikemukakan oleh Elizabeth Clare Prophet dengan mengungkapkan data-data yang cukup memberikan informasi baru yang langka tentang keberadaan Yesus. Buku yang berjudul asli The Lost Years of Jesus ini menyajikan bukti dokumenter yang terdiri dari empat kisah kesaksian dari orang yang menelusurinya. Kesaksian mereka tersimpan dalam tulisan yang sengaja dibuat untuk memberikan informasi mengenai teka-teki kehidupan Yesus yang hilang itu. Informasi terasa komplet dengan adanya background yang beragam dan saling menguatkan di antara mereka.
Disimpulkan bahwa Yesus dalam periode tahun-tahun yang hilang tersebut, sejak usia 13 tahun hingga 29 tahun, melakukan perjalanan ke dunia Timur, yakni India, Nepal, Ladakh dan Tibet. Perjalanan ini dilakukan baik sebagai murid maupun sebagai guru. Tapi ia dikenal sebagai (Nabi) Isa, bukan Yesus. “Isa diam-diam meninggalkan orang tuanya dan bersama dengan para pedagang Yerusalem menuju India untuk mempelajari hukum Buddha yang Agung,” demikian catatan awal dari sebuah dokumen yang berumur 1.500 tahun.
Bagian awal buku ini dimulai dari catatan Nicolas Notovitch. Ia adalah seorang jurnalis berkebangsaan Rusia, pada tahun 1894 menulis buku La Vie Inconnue de Jesus Christ (The Unknown Life of Jesus Christ), yang mengisahkan perjalanannya saat ia pergi ke Ladakh (Tibet Kecil) akhir tahun 1887. Notovitch menyatakan dengan tegas bahwa Yesus dalam tahun yang hilang pernah berada di India. Pernyataannya berdasarkan pada sebuah naskah kuno agama Budha berbahasa Pali yang ditemukannya di sebuah biara Himis, dekat Leh, ibukota Ladakh, juga berdasarkan keterangan para Lama, nama lain biksu di Tibet.
Karya Notovitch yang membuka kontroversi juga mendapat banyak kritikan dan anggapan pemalsuan narasi ini, dikuatkan kembali oleh seorang saksi mata pengunjung Himis, Swami Abhedananda. Ia mengatakan bahwa telah bekerja keras untuk melihat dan memeriksa kisah Notovich, dan menyatakan bahwa catatan tersebut memang benar adanya. Bahkan menurut Sister Shivani seorang murid Abhedananda pernah mengatakan bahwa “Swami pernah berbicara di panggung tentang akibat dari penginjilan Kristus yang sempat menghabiskan waktu di India bersama para filosuf Yoga di Tibet.”
Bukti lain dikemukakan oleh Nicholas Roerich, seorang anggota persatuan profesor di Imperial Archeological Institute. Ia mencatat sejarah kehidupan Isa di Timur saat ia memimpin ekspedisi melalui Asia Tengah. Ia melacak kisah Isa (nama timur untuk Yesus) melalui naskah-naskah kuno dan legenda-legenda dari berbagai bangsa dan agama yang ditemukannya. Dari beberapa naskah dan variasi legenda yang diperoleh akhirnya merujuk ke satu kesimpulan bahwa dalam kurun waktu yang hilang, Yesus berada di India dan Asia.
Tidak hanya itu beberapa tahun berselang tepatnya tahun 1939 seorang musisi dan profesor ilmu musik, Madame Caspari bersama suaminya, Charles melakukan perjalanan ke Gunung Kailas yang dipimpin oleh pemimpin agama, Clarence Gasque. Ia berhasil mengabadikan gambar yang anehnya sama dengan foto yang hilang yang pernah disaksikan dan diabadikan oleh Notovitch. Selain itu mereka mendapatkan perkamen dari daun yang diberikan oleh biksu dan pustakawan biara di Himis. Saat menyerahkan perkamen tersebut, biksu mengatakan bahwa Yesus pernah berada di Himis. Bahkan di daerah ini ditemukan catatan tentang kehidupan Yesus Kristus secara sistematis.
Banyak bukti lain yang ditemukan dalam tahun-tahun berikutnya yang semakin menguatkan keberadaan Yesus di Timur. Misalnya saja dari pengakuan Dr. Robert S. Ravics, seorang profesor antropologi yang mendengar kisah Yesus dari para warga terhormat di Himis. Juga dikuatkan kembali oleh petualang dunia Edward F. Noack yang singgah di Himis akhir tahun tujuh puluhan. Menurutnya seorang Lama di biara mengatakan bahwa ada sebuah naskah yang terkunci di ruang penyimpanan yang menggambarkan perjalanan Yesus ke Ladakh.
“Nama Isa sangat dihormati oleh Buddhisme. Tetapi hanya pemimpin Lama yang tahu banyak tentangnya, yang telah membaca naskah tentang Nabi Isa. Kami memiliki banyak Buddha seperti Isa, dan ada 84.000 naskah, tetapi hanya sedikit orang yang membaca lebih dari seribu naskah,” ujar seorang Lama Tibet. Di bagian lain dikutip catatan tentang Yesus, “Jika dibalik kehadiran Buddha terkadang sulit untuk mengakui wujud mulia dari Buddha sang Guru, maka cukup sulit untuk menemukan di pegunungan Tibet kisah tentang Kristus. Namun biara Buddhis menyimpan ajaran Kristus dan para Lama mengetahui tentang Kristus, yang dijaga dan diajarkan.”
Dalam karyanya Altai-Himalaya yang dikutip buku ini, Roerich mengatakan, “Demikianlah legenda Asia yang menceritakan gambaran tentang Yesus, begitu terkenal di hampir seluruh negeri. Dan Asia menyimpannya di pegunungan sebagai legenda. Dan tidak mengejutkan jika ajaran Yesus dan Buddha menuntun bangsa-bangsa menjadi satu keluarga. Memang indah, bahwa gagasan tentang kesatuan begitu jelas digambarkan. Dan siapa yang menentang gagasan ini? Siapa yang akan mengurangi keputusan hidup yang sederhana dan indah ini? Dan kesatuan duniawi begitu mudah bersatu dalam kesatuan besar dari seluruh dunia. Perintah Yesus dan Buddha terletak dalam satu rak. Dan tulisan kuno Sanskrit dan Pali mempersatukan semua aspirasi.”
Benarkah demikian? Memang masih banyak yang meragukan kebenaran dan keaslian berbagai bukti yang telah ditemukan oleh berbagai sumber tersebut. Sudah pasti para teolog Kristen di Barat pun menyangsikannya. Namun demikian sedikit banyak buku ini telah menyajikan, memberikan dan menyediakan satu petunjuk baru bagi penyelidikan selanjutnya. Paling tidak telah memberikan satu pemahaman baru yang cukup mengernyitkan dahi bagi tanda tanya kita mengenai perjalanan spiritual Yesus selama tahun-tahun yang hilang itu.(erabaru.or.id/Rachmat)*
0 comments:
Post a Comment